Peluang Dan Tantangan Pengembangan
E-Commerce Bagi UMKM Di Indonesia
Pemasaran masih menjadi kendala utama yang dihadapi
usaha kecil dan menengah (UMKM). Karena itu, perlu ada upaya nyata yang
dilakukan oleh pihak-pihak terkait, untuk mencarikan solusi atas persoalan
tersebut. E-commerce dinilai sebagai salah satu solusi. E-commerce sendiri,
merupakan produk dan fasilitas yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pelaku
UMKM dalam memasarkan produknya. Apalagi dengan adanya berbagai kebijakan
pemerintah melalui kerja sama seperti China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA),
serta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. ”Itu semua merupakan peluang masa
depan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia, termasuk juga produk
UMKM.
Hingga akhir tahun 2008 jumlah toko online di
Indonesia meningkat puluhan hingga ratusan persen dari tahun sebelumnya. Faktor
pendukungnya adalah semakin banyaknya pengguna internet di Indonesia.
Disamping, semakin mudah dan murahnya koneksi internet di Indonesia. E-commerce
atau bisa disebut perdagangan elektronik atau e-dagang adalah penyebaran,
pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik
seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-dagang
atau e-commerce merupakan bagian dari e-business, dimana cakupan e-business
lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga
pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan, dan
lain-lain. E-commerce sebetulnya dapat menjadi suatu bisnis yang menjanjikan di
Indonesia. Hal ini tak lepas dari potensi berupa jumlah masyarakat yang besar
dan adanya jarak fisik yang jauh. Sehingga e-commerce dapat dimanfaatkan dengan
maksimal.
Ide dasar serta manfaat e-Commerce dalam
meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan serta meningkatkan daya saing
perusahaan dalam hal ini menjadi sudut pandang dari penulis yang dijadikan
sebagai obyek dalam tulisan ini. Melihat kenyataan tersebut, maka penerapan
teknologi e-Commerce merupakan salah satu factor yang penting untuk
menunjang keberhasilan suatu produk dari sebuah perusahaan. Untuk mempercepat
dan meningkatkan penjualan, maka dengan melihat perkembangan teknologi
informasi yang sangat pesat tersebut dapat memanfaatkan suatu layanan secara
on-line yang berupa e-Commerce.
Dengan adanya layanan electronic commerce
(e-Commerce) ini maka pelanggan dapat mengakses serta melakukan pesanan dari
berbagai tempat. Dengan adanya era teknologi yang canggih saat ini para
pelanggan yang ingin mengakses e-Commerce tidak harus berada di suatu
tempat, hal itu dikarenakan di kota kota besar di Indonesia telah banyak tempat
yang menyediakan suatu fasilitas akses internet dengan menggunakan teknologi
wifi. Maka dari itu saat sekarang sangat diperlukan dan diminati
perusahaan-perusahaan yang menerapkan layanan e-Commerce.
KONDISI
TERKINI PRAKTIK E-COMMERCE UMKM
Pasar e-commerce di Indonesia masih kembang-kempis, tak
ayal banyak pengusaha yang masih dirudung krisis kepercayaan diri dalam
menjajaki sektor tersebut. Padahal, berdasarkan data riset dari Asosiasi
E-commerce Indonesia (idEA) memprediksikan total nilai pasar e-commerce
Indonesia akan melaju dari US$8 miliar (Rp94 triliun) di tahun 2014 menjadi
US$24 miliar (Rp283 triliun) pada tahun 2016. Hal serupa pun dilihat penyedia
jasa e-commerce, Rakuten, yang melihat potensi tersebut di masa mendatang.
Potensi e-commerce di Indonesia dinilai masih kalah dibandingkan dengan Jepang.
"Dan Indonesia memiliki potensi sekitar Rp100 triliun pertahunnya,"
ujar Direktur Rakuten Belanja Online, Yasunobu Hashimoto, di Jakarta, kemarin.
Untuk merangsang para pengusaha tersebut, penyedia jasa e-commerce, Rakuten,
meluncurkan program MicroB sebagai cara untuk membantu bisnis mikro di
Indonesia agar dapat menjangkau basis pelanggan yang lebih serta meningkatkan
pendapatan.
Dikatakan, program MicroB itu memungkinkan untuk membantu
para UMKM dalam meningkatkan perekonomian Indonesia dengan memperdayakan bisnis
mikro. "Segmen terbesar di negera ini masih kekurangan dana untuk beralih
dari offline ke online. Dengan membebaskan biaya untuk bergabung dan menjual
produknya di marketplace RBO (Rakuten Belanja Online), program ini dapat
membantu mereka menjualkan produk lebih luas lagi hingga menjangkau seluruh
Indonesia," papar Yasunobo yang akrab dipanggil Yas. UMKM, Yas melanjutkan,
akan mendapatkan akses cuma-cuma selama enam bulan pertama di RBO. Selain itu
juga, masih kata Yas, laman yang dimiliki UMKM di Rakuten akan diberikan
kebebasan tersendiri sesuai dengan kreasi masing-masing dalam memikat
pelanggannya. "Kami akan melatih para UMKM yang sudah merasakan atau yang
belum merasakan memasarkan produknya di online dengan sistem kami (Rakuten).
Maka, keuntungan yang mereka dapatkan adalah banyaknya konsumen yang sudah
sejak lama setia dengan Rakuten," kata Marketing Manager Rakuten, Franky
Hoe.
MicroB, yang merupakan tempat pemilik usaha individual
ini, nantinya dapat menawarkan produknya secara berkualitas dan beragam manfaat
seperti didukung oleh Rakuten's Merchant System (RMS). RMS ini berupa layanan
ruangan penyimpanan 100 MB, kuota jaringan gratis, kemampuan upload hingga
maksimal 100 produk dalam jangka enam bulan, serta penawaran Rakuten Super
Points untuk pelanggannya. Sekedar informasi, MicroB merupakan suksesora dari
program sebelumnya yaitu RBO SME Outreach Program. Program tersebut sukses
dalam membantu merchant di Bandung, Surabaya, Jogjakarta, dan Medan yang
mengawali karir bisnisnya di online.
PELUANG
PENGEMBANGAN
Kasubdit Teknologi dan Infrastruktur e-Business
Kemenkominfo Noor Iza mengatakan implementasi e-commerce pada sektor industri
akan menyerap potensi pasar di Indonesia yang diproyeksikan senilai Rp3,3
kuadriliun. Noor mengungkapkan proses transformasi masyarakat UKM dengan
mengedepankan sistem pembayaran elektronik merupakan langkah percepatan
pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 7% pada 2014. Menurut Noor,
sistem transaksi yang berlaku saat ini belum tertata rapi. Sejumlah industri
UKM masih menggunakan model transaksi konvensional. Noor menilai integrasi
sistem pembayaran berbasis IT akan memfasilitasi kalangan UKM memeroleh solusi
layanan interoperabel yang efisien. “Fokus utama direktorat e-Business adalah
mentransformasi bisnis konvensional menjadi bisnis yang menggunakan TIK untuk
mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional,”ujarnya saat seminar
e-business di Jakarta pada suatu kesempatan.
Noor mengatakan gejala pertumbuhan ekonomi saat ini
cenderung mengikuti tren peningkatan layanan broadband. Menurutnya, pertumbuhan
10% layanan broadband dapat mendorong 1,3% pertumbuhan ekonomi. Noor optimistis
potensi pasar e-commerce di Indonesia sangat besar namun belum digarap
maksimal. Dia menilai perlu dibidani kebijakan dan regulasi yang bisa menjadi
katalis untuk percepatan perkembangan e-Commerce. Menurut Noor, ongkos
teknologi dan minimnya ahli TI masih menjadi hambatan berkembangnya e-Commerce
di Indonesia. Selain itu, sejumlah UKM belum memiliki strategi bisnis yang
memadai dalam memanfaatkan teknologi. “Respon pada e-commerce selama ini belum
terlalu memuaskan karena belum ada single payment gateway yg interop dengan
berbagai sistem pembayaran lainnya,”ungkapnya.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Djamhari
Sirat mengatakan transformasi menuju e-UKM membutuhkan sejumlah perangkat fisik
seperti e-payment, e-business, portal infrastruktur teknologi informasi, serta
akses broadband. Selain itu, ujarnya, regulator perlu menjamin model e-commerce
yang berkelanjutan. Dengan begitu, menurut Djamhari, sejumlah stakeholder harus
menjalin koordinasi interdepth dan mengidentifikasi regulasi serta proses
implementasinya. “Kalau diperlukan dapat dibentuk Peraturan Presiden sebagai
dasar hukum yang kuat,”jelasnya.
TANTANGAN
DI LAPANGAN
Rendahnya konektivitas internet di
Indonesia, sulitnya distribusi barang hingga pelosok tanah air dan masih
sedikitnya warga yang memiliki kartu kredit menjadi kendala beralihnya usaha
mikro ke bisnis e-commerce di Indonesia, demikian direktur Rakuten Belanja
Online, Yasunobu Hashimoto. "Beralihnya usaha mikro dari offline ke online mengalami
beberapa kendala, di antaranya internet environment, logistic dan payment," kata
Yosunobu dalam diskusi tantangan UMKM Indonesia di Jakarta, Kamis. Potensi
e-commerce di Indonesia sangat besar, Yosunoba mengatakan bahwa Indonesia
merupakan negara dengan angka pertumbuhan e-commerce tertinggi di dunia. "Bagaimana
memberdayakan pemilik usaha mikro, juga merupakan tantangan sendiri. Masih
banyak pengusaha yang buta internet," lanjutnya.
Hal senada juga dikatakan Saptuari Sugiharto, pemerhati
UMKM yang juga merupakan pelaku UMKM, bahwa kendala utama beralihnya usaha
mikro ke bisnis e-commerce adalah pelaku usaha mikro sendiri. "Perlu
adanya edukasi. Diperlukan seminar atau diskusi-diskusi antara pemilik usaha
mikro dengan pemilik marketplace e-commerce,"
katanya. "Mall online (marketplace e-commerce) dapat
mengadakan seminar di kampus-kampus untuk membidik para entrepreneur muda.
Untuk usaha mikro yang berada di pedesaan, mall online perlu lebih aktif
membagikan brosur, sehingga lama kelamaan mereka (pemilik usaha mikro) akan
paham dengan konsep ini," tambahnya.
Selain itu, dari segi intervensi rezim juga berkontribusi
menjadi resistensi pengembangan e-commerce bagi UMKM di Indonesia. Pelaku
usaha e-commerce skala kecil mengaku keberatan dengan wacana
pemerintah untuk menertibkan aturan perpajakan bagi transaksi perniagaan
melalui media daring (online). CEO
Bukalapak.com Achmad Zaky, misalnya, mengaku rencana pemungutan pajak bagi
pelaku bisnis e-commerce akan menekan usaha kecil menengah
(UKM) bermodal kecil, yang dewasa ini semakin banyak menggunakan media daring
sebagai sarana promosi dan transaksi.
“Menurut kami, kurang bijak apa yang direncanakan pemerintah,
terutama jika ke UKM. Seharusnya pemerintah fokus dulu ke perusahaan situs yang
besar-besar untuk menggalang banyak pendapatan,” akunya kepada Bisnis,
Rabu (9/7/2014).
Permasalahannya,
pemerintah melalui Kementerian Perdagangan tidak akan membeda-bedakan penerapan
pajak e-commerce terhadap siapapun yang melakukan transaksi
melalui jalur Internet.
Wamen
Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan basis hukum untuk menerapkan kebijakan
yang tengah digodok itu adalah transaksi. “Yang dikejar adalah pajak. Jadi,
kalau bertransaksi ada pajak yang harus dibayar.”
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking