Woensdag 15 Oktober 2014

Peluang Dan Tantangan Pengembangan E-Commerce Bagi UMKM Di Indonesia

Peluang Dan Tantangan Pengembangan E-Commerce Bagi UMKM Di Indonesia
Pemasaran masih menjadi kendala utama yang dihadapi usaha kecil dan menengah (UMKM). Karena itu, perlu ada upaya nyata yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, untuk mencarikan solusi atas persoalan tersebut. E-commerce dinilai sebagai salah satu solusi. E-commerce sendiri, merupakan produk dan fasilitas yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM dalam memasarkan produknya. Apalagi dengan adanya berbagai kebijakan pemerintah melalui kerja sama seperti China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), serta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. ”Itu semua merupakan peluang masa depan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia, termasuk juga produk UMKM.
Hingga akhir tahun 2008 jumlah toko online di Indonesia meningkat puluhan hingga ratusan persen dari tahun sebelumnya. Faktor pendukungnya adalah semakin banyaknya pengguna internet di Indonesia. Disamping, semakin mudah dan murahnya koneksi internet di Indonesia. E-commerce atau bisa disebut perdagangan elektronik atau e-dagang adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-dagang atau e-commerce merupakan bagian dari e-business, dimana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan, dan lain-lain. E-commerce sebetulnya dapat menjadi suatu bisnis yang menjanjikan di Indonesia. Hal ini tak lepas dari potensi berupa jumlah masyarakat yang besar dan adanya jarak fisik yang jauh. Sehingga e-commerce dapat dimanfaatkan dengan maksimal.
Ide dasar serta manfaat e-Commerce dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan serta meningkatkan daya saing perusahaan dalam hal ini menjadi sudut pandang dari penulis yang dijadikan sebagai obyek dalam tulisan ini. Melihat kenyataan tersebut, maka penerapan teknologi e-Commerce merupakan salah satu factor yang penting untuk menunjang keberhasilan suatu produk dari sebuah perusahaan. Untuk mempercepat dan meningkatkan penjualan, maka dengan melihat perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat tersebut dapat memanfaatkan suatu layanan secara on-line yang berupa e-Commerce.
Dengan adanya layanan electronic commerce (e-Commerce) ini maka pelanggan dapat mengakses serta melakukan pesanan dari berbagai tempat. Dengan adanya era teknologi yang canggih saat ini para pelanggan yang ingin mengakses e-Commerce tidak harus berada di suatu tempat, hal itu dikarenakan di kota kota besar di Indonesia telah banyak tempat yang menyediakan suatu fasilitas akses internet dengan menggunakan teknologi wifi. Maka dari itu saat sekarang sangat diperlukan dan diminati perusahaan-perusahaan yang menerapkan layanan e-Commerce.
KONDISI TERKINI PRAKTIK E-COMMERCE UMKM
Pasar e-commerce di Indonesia masih kembang-kempis, tak ayal banyak pengusaha yang masih dirudung krisis kepercayaan diri dalam menjajaki sektor tersebut. Padahal, berdasarkan data riset dari Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) memprediksikan total nilai pasar e-commerce Indonesia akan melaju dari US$8 miliar (Rp94 triliun) di tahun 2014 menjadi US$24 miliar (Rp283 triliun) pada tahun 2016. Hal serupa pun dilihat penyedia jasa e-commerce, Rakuten, yang melihat potensi tersebut di masa mendatang. Potensi e-commerce di Indonesia dinilai masih kalah dibandingkan dengan Jepang. "Dan Indonesia memiliki potensi sekitar Rp100 triliun pertahunnya," ujar Direktur Rakuten Belanja Online, Yasunobu Hashimoto, di Jakarta, kemarin. Untuk merangsang para pengusaha tersebut, penyedia jasa e-commerce, Rakuten, meluncurkan program MicroB sebagai cara untuk membantu bisnis mikro di Indonesia agar dapat menjangkau basis pelanggan yang lebih serta meningkatkan pendapatan.
Dikatakan, program MicroB itu memungkinkan untuk membantu para UMKM dalam meningkatkan perekonomian Indonesia dengan memperdayakan bisnis mikro. "Segmen terbesar di negera ini masih kekurangan dana untuk beralih dari offline ke online. Dengan membebaskan biaya untuk bergabung dan menjual produknya di marketplace RBO (Rakuten Belanja Online), program ini dapat membantu mereka menjualkan produk lebih luas lagi hingga menjangkau seluruh Indonesia," papar Yasunobo yang akrab dipanggil Yas. UMKM, Yas melanjutkan, akan mendapatkan akses cuma-cuma selama enam bulan pertama di RBO. Selain itu juga, masih kata Yas, laman yang dimiliki UMKM di Rakuten akan diberikan kebebasan tersendiri sesuai dengan kreasi masing-masing dalam memikat pelanggannya. "Kami akan melatih para UMKM yang sudah merasakan atau yang belum merasakan memasarkan produknya di online dengan sistem kami (Rakuten). Maka, keuntungan yang mereka dapatkan adalah banyaknya konsumen yang sudah sejak lama setia dengan Rakuten," kata Marketing Manager Rakuten, Franky Hoe.
MicroB, yang merupakan tempat pemilik usaha individual ini, nantinya dapat menawarkan produknya secara berkualitas dan beragam manfaat seperti didukung oleh Rakuten's Merchant System (RMS). RMS ini berupa layanan ruangan penyimpanan 100 MB, kuota jaringan gratis, kemampuan upload hingga maksimal 100 produk dalam jangka enam bulan, serta penawaran Rakuten Super Points untuk pelanggannya. Sekedar informasi, MicroB merupakan suksesora dari program sebelumnya yaitu RBO SME Outreach Program. Program tersebut sukses dalam membantu merchant di Bandung, Surabaya, Jogjakarta, dan Medan yang mengawali karir bisnisnya di online.

PELUANG PENGEMBANGAN
Kasubdit Teknologi dan Infrastruktur e-Business Kemenkominfo Noor Iza mengatakan implementasi e-commerce pada sektor industri akan menyerap potensi pasar di Indonesia yang diproyeksikan senilai Rp3,3 kuadriliun. Noor mengungkapkan proses transformasi masyarakat UKM dengan mengedepankan sistem pembayaran elektronik merupakan langkah percepatan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 7% pada 2014. Menurut Noor, sistem transaksi yang berlaku saat ini belum tertata rapi. Sejumlah industri UKM masih menggunakan model transaksi konvensional. Noor menilai integrasi sistem pembayaran berbasis IT akan memfasilitasi kalangan UKM memeroleh solusi layanan interoperabel yang efisien. “Fokus utama direktorat e-Business adalah mentransformasi bisnis konvensional menjadi bisnis yang menggunakan TIK untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional,”ujarnya saat seminar e-business di Jakarta pada suatu kesempatan.
Noor mengatakan gejala pertumbuhan ekonomi saat ini cenderung mengikuti tren peningkatan layanan broadband. Menurutnya, pertumbuhan 10% layanan broadband dapat mendorong 1,3% pertumbuhan ekonomi. Noor optimistis potensi pasar e-commerce di Indonesia sangat besar namun belum digarap maksimal. Dia menilai perlu dibidani kebijakan dan regulasi yang bisa menjadi katalis untuk percepatan perkembangan e-Commerce. Menurut Noor, ongkos teknologi dan minimnya ahli TI masih menjadi hambatan berkembangnya e-Commerce di Indonesia. Selain itu, sejumlah UKM belum memiliki strategi bisnis yang memadai dalam memanfaatkan teknologi. “Respon pada e-commerce selama ini belum terlalu memuaskan karena belum ada single payment gateway yg interop dengan berbagai sistem pembayaran lainnya,”ungkapnya.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Djamhari Sirat mengatakan transformasi menuju e-UKM membutuhkan sejumlah perangkat fisik seperti e-payment, e-business, portal infrastruktur teknologi informasi, serta akses broadband. Selain itu, ujarnya, regulator perlu menjamin model e-commerce yang berkelanjutan. Dengan begitu, menurut Djamhari, sejumlah stakeholder harus menjalin koordinasi interdepth dan mengidentifikasi regulasi serta proses implementasinya. “Kalau diperlukan dapat dibentuk Peraturan Presiden sebagai dasar hukum yang kuat,”jelasnya.

TANTANGAN DI LAPANGAN
            Rendahnya konektivitas internet di Indonesia, sulitnya distribusi barang hingga pelosok tanah air dan masih sedikitnya warga yang memiliki kartu kredit menjadi kendala beralihnya usaha mikro ke bisnis e-commerce di Indonesia, demikian direktur Rakuten Belanja Online, Yasunobu Hashimoto. "Beralihnya usaha mikro dari offline ke online mengalami beberapa kendala, di antaranya internet environmentlogistic dan payment," kata Yosunobu dalam diskusi tantangan UMKM Indonesia di Jakarta, Kamis. Potensi e-commerce di Indonesia sangat besar, Yosunoba mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan angka pertumbuhan e-commerce tertinggi di dunia. "Bagaimana memberdayakan pemilik usaha mikro, juga merupakan tantangan sendiri. Masih banyak pengusaha yang buta internet," lanjutnya.
Hal senada juga dikatakan Saptuari Sugiharto, pemerhati UMKM yang juga merupakan pelaku UMKM, bahwa kendala utama beralihnya usaha mikro ke bisnis e-commerce adalah pelaku usaha mikro sendiri. "Perlu adanya edukasi. Diperlukan seminar atau diskusi-diskusi antara pemilik usaha mikro dengan pemilik marketplace e-commerce," katanya. "Mall online (marketplace e-commerce) dapat mengadakan seminar di kampus-kampus untuk membidik para entrepreneur muda. Untuk usaha mikro yang berada di pedesaan, mall online perlu lebih aktif membagikan brosur, sehingga lama kelamaan mereka (pemilik usaha mikro) akan paham dengan konsep ini," tambahnya.
Selain itu, dari segi intervensi rezim juga berkontribusi menjadi resistensi pengembangan e-commerce bagi UMKM di Indonesia. Pelaku usaha e-commerce skala kecil mengaku keberatan dengan wacana pemerintah untuk menertibkan aturan perpajakan bagi transaksi perniagaan melalui media daring (online). CEO Bukalapak.com Achmad Zaky, misalnya, mengaku rencana pemungutan pajak bagi pelaku bisnis e-commerce akan menekan usaha kecil menengah (UKM) bermodal kecil, yang dewasa ini semakin banyak menggunakan media daring sebagai sarana promosi dan transaksi.
“Menurut kami, kurang bijak apa yang direncanakan pemerintah, terutama jika ke UKM. Seharusnya pemerintah fokus dulu ke perusahaan situs yang besar-besar untuk menggalang banyak pendapatan,” akunya kepada Bisnis, Rabu (9/7/2014).
Permasalahannya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan tidak akan membeda-bedakan penerapan pajak e-commerce terhadap siapapun yang melakukan transaksi melalui jalur Internet.

Wamen Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan basis hukum untuk menerapkan kebijakan yang tengah digodok itu adalah transaksi. “Yang dikejar adalah pajak. Jadi, kalau bertransaksi ada pajak yang harus dibayar.”

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking