Woensdag 15 Oktober 2014

KEDAULATAN ENERGI DAN PESAN BUNG KARNO (YANG TERLUPAKAN)

KEDAULATAN ENERGI DAN PESAN BUNG KARNO (YANG TERLUPAKAN)


Quo vadis perekonomian Indonesia ? mungkin ini  suatu frasa yang tepat untuk mengartikulasikan keresahan dalam benak rakyat. 65 tahun Indonesia berdaulat, namun panggunaan kata berdaulat seolah penggunaan diksi yang tidak relevan. Jutaan rakyat Indonesia tidak menikmati bumi kemerdekaan mereka, merasakan manisnya hasil bumi dan berkah subsidi Tuhan yang dikandung ibu pertiwi. Rakyat Indonesia menahan lapar dan menangis darah menyaksikan emas permata mereka dirampok (Proposisi penulis)
"Apakah kita mau Indonesia merdeka yang kaum kapitalisnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya?"  -Bung Karno
"Jangan Dengarkan Asing..!!"
Itulah yang diucapkan Bung Karno di tahun 1957 saat ia mulai melakukan aksi atas politik kedaulatan modal. Aksi kedaulatan modal adalah sebuah bentuk politik baru yang ditawarkan Sukarno sebagai alternatif ekonomi dunia yang saling menghormati, sebuah dunia yang saling menyadari keberadaan masing-masing, sebuah dunia co-operasi, "Elu ada, gue ada" kata Bung Karno saat berpidato dengan dialek betawi di depan para mahasiswa sepulangnya dari Amerika Serikat.
"Dulu Jepang ngebom Pearl Harbour itu tujuannya untuk menguasai Tarakan, untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama Indonesia akan jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik, kemerdekaan Indonesia bukan saja soal kemerdekaan politiek, tapi soal bagaimana menjadiken manusia yang didalamnya hidup terhormat dan terjamin kesejahteraannya" kata Bung Karno saat menerima beberapa pembantunya sesaat setelah pengunduran Hatta menjadi Wakil Presiden RI tahun 1956. Saat itu Indonesia merobek-robek perjanjian KMB didorong oleh kelompok Murba, Bung Karno berani menuntut pada dunia Internasional untuk mendesak Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia "Kalau Belanda mau perang, kita jawab dengan perang" teriak Bung Karno saat memerintahkan Subandrio untuk melobi beberapa negara barat seperti Inggris dan Amerika Serikat.
"Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang" Ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan energi sebagai puncak kedaulatan bangsa Indonesia, pada peresmian pembelian kapal tanker oleh Ibnu Sutowo sekitar tahun 1960, Bung Karno berkata "Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak, heee....joullie (kalian =bahasa belanda) tau siapa yang punya minyak paling banyak, siapa yang punya penduduk paling banyak...inilah bangsa Indonesia, Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari minyak kita ciptaken pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptaken kemakmurannya sendiri".
Di tahun 1960, Sukarno bikin gempar perusahaan minyak asing, dia panggil Djuanda, dan suruh bikin susunan soal konsesi minyak "Kamu tau, sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentiken, dihancurleburken dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri, bangsaku harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita punya, coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak" urai Sukarno di depan Djuanda.
Lalu tak lama kemudian Djuanda menyusun surat yang kemudian ditandangani Sukarno. Surat itu kemudian dikenal UU No. 44/tahun 1960. isi dari UU itu amat luar biasa dan memukul MNC (Multi National Corporation). "Seluruh Minyak dan Gas Alam dilakukan negara atau perusahaan negara". Inilah yang kemudian menjadi titik pangkal kebencian kaum pemodal asing pada Sukarno, Sukarno jadi sasaran pembunuhan dan orang yang paling diincar bunuh nomor satu di Asia. Tapi Sukarno tak gentar, di sebuah pertemuan para Jenderal-Jenderalnya Sukarno berkata "Buat apa memerdekakan bangsaku, bila bangsaku hanya tetap jadi budak bagi asing, jangan dengarken asing, jangan mau dicekoki Keynes, Indonesia untuk bangsa Indonesia".
Sukarno sangat perhatian dengan seluruh tambang minyak di Indonesia, di satu sudut Istana samping perpustakaannya ia memiliki maket khusus yang menggambarkan posisi perusahaan minyak Indonesia, suatu hari saat Bung Karno kedatangan Brigjen Sumitro, yang disuruh Letjen Yani untuk menggantikan Brigjen Hario Ketjik menjadi Panglima Kalimantan Timur, Sukarno sedang berada di ruang khusus itu, lalu ia keluar menemui Sumitro yang diantar Yani untuk sarapan dengan Bung Karno, saat sarapan dengan roti cane dengan madu dan beberapa obat untuk penyakit ginjal dan diabetesnya, Sukarno berkata singkat pada Sumitro : "Generaal Sumitro saya titip rafinerij (rafineij = tambang dalam bahasa Belanda) di Kalimantan, kamu jaga baik-baik" begitu perhatiannya Sukarno pada politik minyak.
Sukarno menciptakan landasan politik kepemilikan modal minyak, inilah yang harus diperjuangkan oleh generasi muda Indonesia, kalian harus berdaulat dalam modal, bangsa yang berdaulat dalam modal adalah bangsa yang berdaulat dalam ekonomi dan kebudayaannya, ia menciptakan masyarakat yang tumbuh dengan cara yang sehat.
Bung Karno tidak hanya mengeluh dan berpidato didepan publik tentang ketakutannya seperti SBY, tapi ia menantang, ia menumbuhkan keberanian pada setiap orang Indonesia, ia menumbuhkan kesadaran bahwa manusia Indonesia berhak atas kedaulatan energinya. Andai Indonesia berdaulat energinya, Pertamina menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia dan menjadi perusahaan modal yang mengakusisi banyak perusahaan di dunia maka minyak Indonesia tak akan semahal sekarang, rakyat yang dicekik terus menerus.
Namun setelah pergantian rezim, eksplorasi energy dalam perut bumi ibu pertiwi berbalik 360 derajat, kaedaulatan energy yang diwanti-wanti bung karno seolah nyanyian sinden dalam pewayangan yang tidak lagi sesuai dengan telinga generasi orde baru. Inilah realita Indonesia saudara-saudara. Pesan bung karno memang diucapkan puluhan tahun yang lalu, tapi coba buka mata apa yang telah kita dapatkan dengan liberalisasi sector energy ?.
Kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran . Disusul dengan UU No 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada kepentingan pemodal. Dari kebijaakan-kebijakannya sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal yang disayanginya. Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak.
Sejak tahun 1967 hingga saat ini, pemerintah yang diwakili oleh Departemen Pertambangan dan Energi, (kini Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral) seolah merasa bangga jika berhasil mengeluarkan izin pertambangan sebanyak mungkin. Tidak heran jika sampai dengan tahun 1999 pemerintah telah “berhasil” memberikan izin sebanyak 908 izin pertambangan yang terdiri dari kontrak karya (KK), Kontrak karya Batu Bara (KKB) dan Kuasa Pertambangan (KP), dengan total luas konsesi 84.152.875,92 Ha atau hampir separuh dari luas total daratan Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk perijinan untuk kategori bahan galian C yang perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah berupa SIPD. Walaupun baru sebagian kecil dari perusahaan yang memiliki izin itu melakukan kegiatan eksploitasi, namun dampaknya sudah terasa menguatirkan.
Production Sharing Contrac (Kontrak Bagi Hasil/PSC) Dalam usulan RUU Migas, pemerintah berkeinginan mengganti PSC dengan Kontrak Kerjasama, yang menyerupai Kontrak Karya dalam pertambangan umum. Padahal semua tahu model Kontrak Kerjasama ala Kontrak Karya, telah nyata-nyata merugikan bangsa yang dikeruk hasil alamnya oleh perusahaan tambang. Perdebatan menjadi tereduksi oleh bingkai penglihatan sistem kontrak, yang sangat diharapkan oleh investor.
            Inilah kenyataan yang kita warisi dari romantika dan dialektika perjalanan bangsa ini mengisi kemerdekannya, penulis tidak bermaksud menyampaikan provokasi atau apapun namanya, penulis hanya mencoba membuka mata dan fikiran kita semua selaku generasi penerus bangsa yang ditelurkan dari kawah candradimuka, masyarakat pergerakan intelek yang disebut agent of change. Apakah kesadaran kritis hanya harus berkoar dalam tataran diskursus-diskursus yang kemudian hilang suaranya setelah bubar. TIDAK saudara-saudara, untuk apa kita menyandang predikat agent of change jika itu hanya kata-kata pemanis gerakan mahasiswa. Bukankah itu justru menjadi pelecehan idealisme mahasiswa, suara-suara lantang tanpa gerak konkrit yang merealisir hal tersebut.
Maka dari itu penulis mengajak rekan-rekan semua untuk menelurkan dan mengartikulasikan aspirasi lewat tulisan. Mungkin sudah saatnya kita sadar bahwa cara-cara klasik yang selama ini kita tempuh terlalu boros energy dan justru merugikan rakyat sendiri yang notabene dibela kepentingannya, tanpa menafikkan bahwa jalan tersebut terkadang perlu ditempuh pada kondisi-kondisi tertentu.
Romantika sejarah bangsa ini telah menjadi saksi bagaimana mahasiswa telah menjadi bagian penting sejarah dan revolusi bangsa ini. Apakah kita sudah lupa ? apa idealisme kita telah tergerus pesan-pesan hedonisme yang digonggongkan media ? demikianlah yang sempat penulis sampaikan, bukan bermaksud merasa paling heroid dan patriotis, namun hanya sekedar coretan dinding yang merindukan kedaulatan bangsanya yang seolah hanya dongeng-dongeng sebelum tidur dalam literature-literatur sejarah. Sekian
SALAM PERJUANGAN !!!
….mahasiswa Indonesia berperan ibaratnya seorang resi (guru agama yang ahli bela diri—pen) atau seorang sheriff yang turun ke kota menyelamatkan rakyatnya ketika bandit-bandit datang dan mengancam keselamatan kota. Setelah bandit-bandit tersebut tewas atau melarikan diri, maka resi atau sheriff pergi meninggalkan kota tersebut dan kembali ke tempat tinggalnya.(Soe Hok Gie: Catatan Harian Seorang Demonstran. 1967:…..)
"negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, saudara-saudara. Berjiwa besarlah, berimagination. Gali ! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang paling cantik di dunia". -bung karno-
"bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya" -bung karno-
"perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." – bung karno-
"bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka." -bung karno-

Tentunya dalam penulisan tulisan bukan murni semua hasil pemikiran penulis, berikut ini penulis paparkan sumber referensi yang penulis kutip sebagai bagian dari etika penulisan ilmiah
SUMBER REFERENSI :
“Inilah Pesan Bung Karno Tentang Kedaulatan Indonesia” (Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto)
“Quo Vadis Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia” (Anonim)

“Indocropcircle.wordpress.com”

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking