Maandag 27 Mei 2013

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia ini. Berbicara tentang demokrasi, demokrasi dibagi menjadi dua komponen, yaitu demokrasi substansif dan demokrasi prosedural. Komponen pertama adalah landasan normatif yang bermuatan seperangkat nilai-nilai dasar bagi suatu tatanan (sistem) kehidupan politik dan ketatanegaraan yang keberadaanya mutlak diperlukan serta membedakannya dengan sistem yang lain. Komponen kedua adalah seperangkat tata cara yang dipergunakan agar sistem tersebut dapat bekerja secara optimal dalam suatu konteks masyarakat tertentu. Jika komponen yang pertama pada hakekatnya bersifat universal dan permanen,  maka komponen kedua bersifat kontekstual dan bentuknya terus menerus mengalami perkembangan serta terbuka (open-ended). Menurut Affan Gafar, demokrasi prosedural memiliki beberapa unsur, yaitu  akuntabilitas, rotasi kekuasaan, rekruitmen politik yang terbuka, pemilu dan menikmati hak-hak dasar. Kendati kedua komponen tersebut tak dapat dipisahkan, namun kedua elemen tersebut dapat dibedakan satu dari yang lain.
Setiap negara yang menggunakan sistem demokrasi dalam pemerintahannya,  ada yang menyerapnya secara utuh, namun ada pula yang mengculturisasinya dengan budaya yang ada di negara tersebut, seperti Indonesia yang mengculturisasinya menghasilakan demokrasi pancasila. Bagimana lahirnya demokrasi yang saat ini dianut sebagian besar negara di dunia? Akan kami uraikan  dalam pembahasan makalah ini.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami merumuskan masalah yang terangkum dalam rumusan masalah berikut:
1.       Apa pengertian demokrasi?
2.       Bagaimana sejarah perkembangan demokrasi di dunia?
3.       Bagaiman kadungan yang ada dalam demokrasi?






BAB II
PEMBAHASAN
II. 1 Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat), dan kratos (pemerintahan). Sehingga dapat diartikan bahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Sedangkan menurut istilah demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, yang dilaksanakan baik secara langsung, maupun melalui perwakilan yang dipilah, melalui suatu unit politis yang menmpunyai kekuasaan dalam pemerintahan.
Menurut Alamudi, demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktek dan prosedur  yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berilku-liku sehingga demokrasi sering disebut suatu pelembagaan dari kebebasan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam negara yang demokratis warganya bebas mengambil keputusan melalui kekuasaan mayoritas namun tidak benar bahwa kekuasaan mayoritas itu selalu demokratis. Tidak dapat dikatakan adil apabila warga yang berjumlah 51% diperbolehkan menindas penduduk yang sisanya 49%. Suatu negara dapat dikatakan demokratis apabila kekuasaan mayoritas digandengkan dengan jaminan atas hak asasi manusia. Kelompok mayoritas dapat melindungi kaum minoritas. Hak-hak minoritas tidak dapat dihapuskan oleh suara mayoritas. Semua kelompok golongan atau warga negara hendaknya mendapat perlindungan hukum atau mendapat jaminan menurut undang-undang.
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti ”rakyat berkuasa” atau ”government of rule by the people”.
Ciri khas dari demokrasi ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-weneng terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atau kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dari itu sering disebut ”pemerintah berdasarkan konstitusi” (contitutional government). Jadi, contituional governement sama dengan limited government atau restrained government. Seorang ahli sejarah Inggris, Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahan. Dalilnya yang kemudian menjadi termahsyur, bunyinya sebagai berikut: “power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (manusia mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyelahgunakannya).
Robert Dahl menyebutkan bahwa demokrasi memberikan jaminan kebebasan yang tak tertandingi oleh sistem politik manapun. Secara instrumental, demokrasi mendorong kebebasan melalui tiga cara. Pertama, pemilu yang bebas dan adil yang secara inheren mensyaratkan hak-hak politik tertentu untuk mengekspresikan pendapat, berorganisasi, oposisi serta hak-hak politik mendasar semacam ini tidak mungkin hadir tanpa pengakuan terhadap kebebasan sipil yang lebih luas. Kedua, demokrasi memaksimalkan peluang bagi penentuan nasib sendiri, setiap individu hidup di bawah aturan hukum yang dibuat oleh dirinya sendiri. Ketiga, demokrasi mendorong otonomi moral, yakni kemampuan setiap warga negara membuat pilihan-pilihan normatif dan karenanya pada tingkat yang paling mendalam, demokrasi mendorong kemampuan untuk memerintah sendiri.
II. 2 Sejarah Perkembangan Demokrasi
II.2.A Lahirnya Demokrasi
Demokrasi lahir dan telah melalui beberapa zaman, yang diuraikan sebagai berikut:
  • Pada zaman Yunani
Pada mulanya system demokrasi berada pada zaman Yunani kuno pada abad ke 6 sampai dengan pada abad ke 3 SM, bangsa Yunani pada saat itu menganut demokrasi langsung yaitu dimana keputusan-keputusan politik dibuat berdasarkan keputusan mayoritas dari warga Yunani dan dijalankan langsung oleh seluruh warga Negara. Pada masa itu demokrasi yang diterapkan secara langsung bisa berjalan dengan baik hal itu karena wilayah dan jumlah penduduknya masih terbilang kecil, hanya saja di Yunani demokrasi hanya berlaku untuk warga negara saja sedangkan untuk  budak belian dan pedagang asing tidak berlaku.
  • Lahirnya Magana Carta (Piagam Besar 1215)
Pada perkembangan demokrasi abad pertengahan telah menghasilkan magna carta, yang merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan raja Johan dari inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan previlagees dari bawahannya swbagai  imbalan untuk menyerahkan dana untuk keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana yang feodal dan tidak berlaku pada rakyat jelata namun dianggap  sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi. 
  • Lahirnya Revolusi prancis dan revolusi Amerika pada akhir abad ke 18
Pada akrir abad ke 18 beberapa pemikiran dapat menghasilakn revolusi prancils dan amerika,  pemikiran tersebut antaralain bahwa manusia  mempunyai hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan menyebabkan dilontarkan kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tidak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja yang absolut didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang dikenal dengan social contract(kontrak sosial). Menurut Jhon Locke hak-hak politik mencangkup hak atas hidup, atau kebebasan dan hak untuk milik, Montesqeu mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik, yang kemudian dikenal dengan trias politica.
  • Demokrasi Konstitusional pada Abad ke 19 dan 20
Akibat dari keinginan menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekusaan pemerintah ialah dengan suatu konstitusi. Undang-undang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekusaan Negara dengan sedemikian rupa, sehingga kekusaan eksekutif di imbangi dengan kekusaan parlemen dan lembaga hukum. Gagasan ini dinamakan onstitusionalisme (constitusionalism), sedangkan Negara yang menganut gagasan ini disebut constitutional state.
Dalam abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapatkan perumusan yang yuridis, ahli hukum Eropa Barat yaitu Immanuel Kant memakai istilah Rechtsstaat sedangkan menurut A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Dalam abad ke 20 gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusa warga Negara baik dibidang social maupun ekonomi lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karenanya harus aktif menatur kehidupan ekonomi dan social.
Sesudah perang Dunia II International Commission Of Jurists tahun 1965 sangat memperluas konsep mengenai Rule Of Law, bahwa disamping hak-hak politik juga hak-hak social dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa standar dasar social ekonomi. International Commission Of Jurists dalam konfrensinya di Bangkok perumusan yang paling umum mengenai system politik yang demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat suatu keputusann-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada  mereka melalui suatu prose pemilihan yang bebas. Ini dinamakan “demokrasi berdasarkan perwakilan”.
II.2.B Perkembangan Demokrasi
Dalam perkembangannya, demokrasi dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase klasik, fase pencerahan, fase modern, dan fase era kontemporer.
Fase Klasik
Ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran filosofis dan praksis politik dan ketatanegaraan sekitar abad ke 5 SM yang menjadi kebutuhan dari negara-negara kota (city states) di Yunani, khususnya Athena. Munculnya pemikiran yang mengedepankan demokrasi disebabkan gagalnya sistem politik yang dikusai para Tyrants atau autocrats untuk memberikan jaminan keberlangsungan terhadap Polis dan perlindungan terhadap warganya. Filsuf-filsuf seperti Thucydides (460-499 SM), Socrates (469-399 SM), Plato (427-347SM), Aristoteles (384-322 SM) merupakan beberapa tokoh terkemuka yang mengajukan pemikiran-pemikiran mengenai bagaimana sebuah Polis seharusnya dikelola sebagai ganti dari model kekuasaan para autocrats dan tyrants.
Dari buah pikiran merekalah  prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi, yaitu persamaan (egalitarianism) dan kebebasan (liberty) individu diperkenalkan dan dianggap sebagai dasar sistem politik yang lebih baik ketimbang yang sudah ada waktu itu. Tentu saja para filsuf Yunani tersebut memiliki pandangan berbeda terhadap kekuatan dan kelemahan sistem demokrasi itu sendiri. Plato, misalnya, dapat dikatakan sebagai pengritik sistem demokrasi yang paling keras karena dianggap dapat mendegenerasi dan mendegradasi kualitas sebuah Polis dan warganya. Kendati Plato mendukung gagasan kebebasan individu tetapi ia lebih mendukung sebuah sistem politik dimana kekuasaan mengatur Polis diserahkan kepada kelompok elite yang memiliki kualitas moral, pengetahuan, dan kekuatan fisik yang terbaik atau yang dikenal dengan nama “the philosopher Kings”. Sebaliknya, Aristoteles memandang justru sistem demokrasi yang akan memberikan kemungkinan Polis berkembang dan bertahan karena para warganya yang bebas dan egaliter dapat terlibat langsung dalam pembuatan keputusan publik, dan secara bergiliran mereka memegang kekuasaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada warga.
Demokrasi klasik di Athena, baik dari dimensi pemikiran dan praksis, jelas bukan sebuah demokrasi yang memenuhi kriteria sebagai demokrasi substantif, karena pengertian warga (citizens) yang “egaliter” dan “bebas” pada kenyataannya sangat terbatas. Mereka ini adalah kaum pria yang berusia di atas 20 th, bukan budak, dan bukan kaum pendatang (imigran). Demikian pula demokrasi langsung di Athena dimungkinkan karena wilayah dan penduduk yang kecil (60000-80000 orang). Warga yang benar-benar memiliki hak dan berpartisipasi dalm Polis kurang dari sepertiganya dan selebihnya adalah para budak, kaum perempuan dan anak-anak, serta pendatang atau orang asing! Demikian pula, para warga dapat sepenuhnya berkiprah dalam proses politik karena mereka tidak tergantung secara ekonomi, yang dijalankan sepenuhnya oleh para budak, kaum perempuan, dan imigran.
Fase Pencerahan 
Pada fase Pencerahan (Abad 15 sampai awal 18 Masehi) yang mengemuka adalah gagasan alternatif terhadap sistem Monarki Absolut yang dijalankan oleh para raja Eropa dengan legitimasi Gereja. Tokoh-tokoh pemikir era ini antara lain adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan Montesquieu (1689-1755). Era ini ditandai dengan munculnya pemikiran Republikanisme (Machiavelli) dan liberalisme awal (Locke) serta konsep negara yang berdaulat dan terpisah dari kekuasan eklesiastikal (Hobbes). Lebih jauh, gagasan awal tentang sistem pemisahan kekuasaan (Montesquieu) diperkenalkan sebagai alternative dari model absolutis.
Pemikiran awal dalam sistem demokrasi modern ini merupakan buah dari Pencerahan dan Revolusi Industri yang mendobrak dominasi Gereja sebagai pemberi legitimasi sistem Monarki Absolut dan mengantarkan pada dua revolusi besar yang membuka jalan bagi terbentuknya sistem demokrasi modern, yaitu Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1789). Revolusi Amerika melahirkan sebuah sistem demokrasi liberal dan federalisme (James Madison) sebagai bentuk negara. Revolusi Perancis mengakhiri Monarki Absolut dan meletakkan dasar bagi perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia secara universal.
Fase Modern 
Fase Modern (awal abad 18-akhir abad 20) menyaksikan bermunculannya berbagai pemikiran tentang demokrasi berkaitan dengan teori-teori tentang negara, masalah kelas dan konflik kelas, nasionalisme, ideologi, hubungan antara negara dan masyarakat dsb. Disamping itu, terjadi perkembangan dalam sistem politik dan bermunculannya negara-negara baru sebagai akibat Perang Dunia I dan II serta pertikaian ideologi khusunya antara kapitalisme dan komunisme.
Pemikir-pemikir demokrasi modern yang paling berpengaruh termasuk JJ Rousseau (1712-1778), John S Mill (1806-1873), Alexis de Tocqueville (1805-1859), Karl Marx (1818-1883), Friedrich Engels (1820-1895), Max Weber (1864-1920), dan J. Schumpeter (1883-1946).
Rousseau membuat konsepsi tentang kontrak sosial antara rakyat dan penguasa dengan mana legitimasi pihak yang kedua akan diberikan, dan dapat dicabut sewaktu-waktu apabila ia dianggap melakukan penyelewengan. Gagasan dan praktik pembangkangan sipil (civil disobedience) sebagai suatu perlawanan yang sah kepada penguasa sangat dipengaruhi oleh pemikiran Rousseau.
Mill mengembangkan konsepsi tentang kebebasan (liberty) yang menjadi landasan utama demokrasi liberal dan sistem demokrasi perwakilan modern (Parliamentary system) di mana ia menekankan pentingnya menjaga hak-hak individu dari intervensi negara/pemerintah. Gagasan pemerintahan yang kecil dan terbatas merupakan inti pemikiran Mill yang kemudian berkembang di Amerika dan Eropa Barat. De Toqcueville juga memberikan kritik terhadap kecenderungan negara untuk intervensi dalam kehidupan sosial dan individu sehingga diperlukan kekuatan kontra yaitu masyarakat sipil yang mandiri.
Marx dan Engels merupakan pelopor pemikir radikal dan gerakan sosialis-komunis yang menghendaki hilangnya negara dan munculnya demokrasi langsung. Negara dianggap sebagai “panitia eksekutif kaum borjuis” dan alat yang dibuat untuk melakukan kontrol terhadap kaum proletar. Sejauh negara masih merupakan alat kelas burjuis, maka keberadaannya haruslah dihapuskan (withering away of the state) dan digantikan dengan suatu model pemerintahan langsung di bawah sebuah diktator proletariat. Dengan mendasari analisa mereka mengikuti teori perjuangan kelas dan materialism dialektis, Marx dan Engels menganggap sistem demokrasi perwakilan yang diajukan oleh kaum liberal adalah alat mempertahankan kekuasaan kelas burjuis dan karenanya bukan sebagai wahana politik yang murni (genuine) serta mampu mengartikulasikan kepentingan kaum proletar.
Max Weber dan Schumpeter adalah dua pemikir yang menolak gagasan demokrasi langsung ala Marx dan lebih menonjolkan sistem demokrasi perwakilan. Mereka berdua mengemukakan demokrasi sebagai sebuah sistem kompetisi kelompok elite dalam masyarakat, sesuai dengan proses perubahan masyarakat modern yang semakin terpilah-pilah menurut fungsi dan peran. Dengan makin berkembangnya birokrasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sistem pembagian kerja modern, maka tidak mungkin lagi membuat suatu sistem pemerintahan yang betul-betul mampu secara langsung mengakomodasi kepentingan rakyat. Demokrasi yang efektif adalah melalui perwakilan dan dijalankan oleh mereka yang memiliki kemampuan, oleh karenanya pada hakekatnya demokrasi modern adalah kompetisi kaum elit.
Fase Era Kontemporer
Perkembangan pemikiran demokrasi dan praksisnya pada era kontemporer menjadi semakin kompleks, apalagi dengan bermunculannya negara-negara bangsa dan pertarungan ideologis yang melahirkan blok Barat dan Timur, kapitalisme dan sosialisme/komunisme. Demokrasi menjadi jargon bagi kedua belah pihak dan hampir semua negara dan masyarakat pada abad keduapuluh, kendatipun variannya sangat besar dan bahkan bertentangan satu dengan yang lain.
Demokrasi kemudian menjadi alat legitimasi para penguasa, baik totaliter maupun otoriter di seluruh dunia. Di negara-negara Barat seperti Amerika dan Eropa, pemahaman demokrasi semakin mengarah kepada aspek prosedural, khususnya tata kelola pemerintahan (governance). Pemikir seperti Robert Dahl umpamanya menyebutkan bahwa teori demokrasi bertujuan memahami bagaimana warganegara melakukan control terhadap para pemimpinnya. Dengan demikian focus pemikiran dan teori demokrasi semakin tertuju pada masalah proses-proses pemilihan umum atau kompetisi partai-partai politik, kelompok kepentingan, dan pribadi-pribadi tertentu yang memiliki pengaruh kekuasaan.
Dengan hancurnya blok komunis/sosialis pada penghujung abad ke-20, demokrasi seolah-olah tidak lagi memiliki pesaing dan diterima secara global. Fukuyama bahkan menyebut era paska perang dingin sebagai Ujung Sejarah (the End of History) dimana demokrasi (liberal), menurutnya, menjadi pemenang terakhir. Pada kenyataannya, sistem demokrasi di dunia masih mengalami persoalan yang cukup pelik karena komponen-komponen substantif dan prosedural terus mengalami penyesuaian dan tantangan. Kendati ideologi besar seperti sosialisme telah pudar, namun munculnya ideologi alternatif seperti fundamentalisme agama, etnis, ras, dsb telah tampil sebagai pemain dan penantang baru terhadap demokrasi, khususnya demokrasi liberal.
Kondisi saat ini dimana globalisasi telah berlangsung, maka demokrasi pun mengalami pengembangan baik pada tataran pemikiran maupun praktis. Munculnya berbagai pemikiran dan gerakan advokasi juga menjadi tantangan bagi sistem politik demokrasi liberal, seperti gerakan feminisme, kaum gay, pembela lingkungan, dsb. Termasuk juga gerakan anti kapitalisme global yang bukan hanya berideologi kiri, tetapi juga dari kubu liberal sendiri, semakin menuntut terjadinya terobosan baru dalam pemikiran tentang demokrasi. Contoh yang dapat disebutkan disini adalah upaya mencari jalan ke tiga (the Third Way) yang menggabungkan liberalisme dan populisme di Eropa dan AS.

II.2.C Nilai-Nilai Demokrasi
Demokrasi didasari oleh beberapa nilai (values). Henry B. Mayo telah mencoba untuk memperinci nilai-nilai ini, dengan bahwa perincian ini tidak berarti bahwa setiap masyarakat demokratis menganut  semua nilai yang diperinci itu, bergantung kepada perkembangan sejarah serta budaya politik masing-masing. Di bawah ini diutarakan beberapa nilai yang dirumuskan oleh Henry B. Mayo.
  1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful settlement of conflict)
  2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in a changing society)
  3. Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur (orderly succession of rulers)
  4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion)
  5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku.
  6. Menjamin tegaknya keadilan dalam suatu demokrasi
Akhirnya dapat dibentangkan di sini bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut:
  1. Pemerintahan yang bertanggung jawab
  2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi
  3. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik (sistem dwi-partai)
  4. Pers dan media massa yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.
Alamudi (1991) dalam bukunya mengemukakan soko guru demokrasi sebagai berikut:
  1. Kedaulatan rakyat
  2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
  3. Kekuasaan mayoritas
  4. Hak-hak minoritas
  5. Jaminan hak asasi manusia
  6. Pemilihan yang bebas dan jujur
  7. Persamaan di depan hukum
  8. Proses hukum yang wajar
  9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional
  10. Pluralisme sosial, ekonomi dan politik
  11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat
Lebih lanjut Alimudi menjelaskan bahwa dalam negara yang demokratis warganya bebas mengambil keputusan melalui kekuasaan mayoritas namun tidak benar bahwa kekuasaan mayoritas itu selalu demokratis. Tidak dapat dikatakan adil apabila warga yang berjumlah 51% diperbolehkan menindas penduduk yang sisanya 49%. Suatu negara dapat dikatakan demokrasi apabila kekuasaan mayoritas digandengkan dengan jaminan atas hak asasi manusia. Kelompok mayoritas dapat melindungi kaum minoritas. Hak-hak minoritas tidak dapat dihapuskan oleh suara mayoritas. Semua kelompok golongan atau warga negara hendaknya mendapat perlindungan hukum atau mendapat jaminan menurut undang-undang.

















BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Demokrasi lahir di Yunani, sehingga kata demokrasi tersebut berasal dari kata yunani yaitu Demos dan kratos yang berarti pemerintahan rakyat, atau yang sering disebut pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase klasik, fase pencerahan, fase modern, dan fase era kontemporer. Dari keempat fase tersebut memliki banyak muatan-muata yang menyebabkan lahirnya berbagai macam demokrasi yang dianut oleh bebagi negara di dunia saat ini.

               
DAFTAR PUSTAKA
http://rinawatiharini.wordpress.com/2008/06/09/perkembangan-demokrasi-di-indonesia/



Vrydag 24 Mei 2013

Rumah Karya Pena:
ANALISIS KAUSALITAS ANTAR VARIABEL DALAM KONTEKS MAKRO PEREKONOMIAN INDONESIA
A.   Dari segi konsumsi
Konsumsi makanan perkapita indonesia pada kurun waktu tahun 2009 ke 2010 akibat pertumbuhan ekonomi indonesia yang secara progresif yang memberikan implikasi pada peningkatan purchasing power (daya beli) masyarakat sehingga demand terhadap komuditas pangan meningkat, sesuai dengan teori konsumsi keynes yang menyatakan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.
Selain itu dari segi konsumsi indonesia, terdapat fluktuasi dari tahun ke tahun dan dari kondisi tersebut kita dapat menarik kesimpulan dengan berpijak pada teori keynes tentang hubungan konsumsi dengan tabungan “Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung ( Y= C+S) S=I”. Selain itu variabel lain yang bisa dijadikan rujukan untuk menganalisis hubungan kausalitas pada konteks ini yaitu    MPC (Marginal Propensity to Consume) yaitu : pengaruh tambahan tingkat konsumsi akibat setiap tambahan unit pendapatan. Dan MPS (Marginal Propensity to Saving) : pengaruh tambahan tingkat tabungan setiap tambahan unit pendapatan. Dan kemudian jika kita kaitkan dengan fluktuasi konsumsi kita dapat menarik suatu konklusi dengan berpijak pada teori keynes bahwa penurunan tingkat konsumsi mengindikasikan adanya alokasi hasil pertumbuhan yang begitu progresif dsn sustainable ke sektor moneter dalam bentuk tabungan ataupun investasi finansial lainnya. Dan hal tersebut berlaku sebaliknnya.

B.   Dari Segi Investasi
Data statistik menunjukkan angka penurunan secara signifikan pada aliran dana investasi dari sektor luar negeri pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dan akar masalah yang menjadi magnitudo reaksi kelesuan iklim investasi indonesia oleh sektor luar negeri adalah kondisi eskalasi krisis finansial global pada tengah kuartal kedua tahun 2008 yang kemudian semakin diperparah dengan kebangkrutan “Lehman Brothers” perusahaan investasi yang begitu besar di Amerika Serikat dan pada saat itu Indonesia mendapat imbas krisis moneter yang begitu besar dengan volatilitas yang tinggi yang menyebabkan penurunan indeks saham yang paling drastis pada tahun 2008, ditambah lagi dengan skandal kooptasi politik dengan bergulirnya  “bola century” yang kian menciptakan iklim investasi yang jauh dari kondusif, yang kemudian menciptakan trauma investor-investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia, yang kemudian menimbulkan kelesuan yang begitu dalam pada tahun 2009 sebagai imbas volatilitas finansial di tahun 2008.
Determinan lain yang menciptakan konstelasi investasi dalam negeri indonesia dengan aliran modal yang lebih rendah dari sektor luar negeri yaitu karena Indonesia yang menganut regime devisa bebas, sehingga menciptakan suatu konstelasi investasi dimana aliran modal asing hanya diisi oleh “private portofolio” (berupa investasi jangka pendek) dibanding “Foreign Direct Investment” FDI (investasi asing langsung jangka panjang) mengingat juga tingkat risiko investasi di Indonesia, yang melahirkan perspektif asing yang dapat mengklasifikasikan Indonesia sebagai objek investasi yang cukup riskan mengingat karena arsitektur finansial dalam negeri yang masih dapat dikatakan “infant level” sementara elemen moneter terintegrasi secara bebas dengan moneter global sehingga volatilitas moneter global akan berimbas simultan terhadap konstelasi finansial khususnya untuk investasi dan perdagangan, karena Indonesia yang menganut “Regime Devisa Bebas” dan “Free Floating Exchange Rate Regime” (“Regime Kurs Mengambang Bebas”)
Tingkat investasi di indonesia pun paralel dengan dengan tingkat konsumsi yang begitu fluktuatif memang tidaklah mengherankan mengingat karena konsumsi dan investasi memang merupakan subordinat integral dari pendapatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian konsumsi tentang “keynesian consumption model”. Menyoroti investasi di Indonesia kita dapat mengambil sampel pada peningkatan investasi domestik pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya dari sampel tersebut muncul suatu studi kasus mengenai korelasi variabel makro lain yang mempengaruhi terciptanya hal tersebut. Sesuai dengan pemahaman dalam teori makroekonomi bahwa determinan penentu tingkat investasi sacara garis besar ada 3, yaitu kebijakan pemerintah (suku bunga dan pajak), revenue (pendapatan), dan ekspektasi. Dari ketiga determinan tersebut kita dapat mengambil salah satunya yang disajikan dalam tabel, misalnya, suku bunga. Teori bahwa ada hubungan negatif antara tingkat sukubunga dengan iklim investasi dapat dijadikan bahan referensial penurunan sukubunga oleh BI selaku otoritas moneter telah memberikan insentif moril dan memacu iklim investasi yang kemudian berimplikasi pada peningkatan nilai investasi domestik pada tahun 2009.
 Selain itu tentunya sukubunga bukan satu satunya variabel yang mempengaruhi tingkat investasi. Kondisi ekonomi makro indonesia yang terefleksi dari pertumbuhan ekonominya juga merupakan suatu determinan krusial yang berkontribusi simultan terhadap iklim investasi, hal itu tentu dapat dibuktikan dengan mengambil sampel yang tersaji dalam tabel. Trend pertumbuhan ekonomi positif berupa pergerakan linear nilai pertumbuhan dari tahun 2010 ke 2012 telah mempengaruhi iklim investasi di Indonesia yang telah memacu naiknya nilai investasi domestik pada tahun tahun tersebut. Sehingga sangat jelas hubungan identitas positif antara revenue (pertumbuhan ekonomi) dengan tingkat investasi.
Selain hal tersebut hal lain yang cukup menarik perhatian adalah bagaimana sajian dalam tabel menunjukkan bahwa nilai investasi domestik yang selalu lebih tinggi dibandingkan investasi asing (luar negeri). Akan muncul pertanyaan mendasar mengenai apa sebenarnya magnitudo atau mungkin hubungan kausalitas antar variabel yang telah menciptakan hal tersebut. Adapun analisis yang bisa kami kemukakan bahwa dalam makroekonomi kita kenal ada Teori endogenous dan Teori eksogenous yang mempengaruhi mekanisme yang terjadi dalam konstruksi perekonomian makro suatu negara, nah dari statement menarik ini kita akan tuangkan dalam integrasi dengan konteks makro indonesia. Selain faktor endogenous yang bermain dalam system itu sendiri ada faktor eksogenous di luar system ekonomi yang dapat menimbulkan suatu efek resonansi terhadap mekanisme dalam sistem ekonomi tersebut, karena Indonesia yang dijadikan suatu sampel dalam konteks ini, maka kita langsung saja mengambil variabel eksogenous ala indonesia untuk dijadikan bahan spesimen untuk observasi mengenai efek resonansi yang ditimbulkan dari variabel eksogenous tersebut. Secara konkrit mungkin yang menarik perhatian kita jika berbicara mengenai trend kontemporer level makro indonesia yaitu darisegi politik dan sosiokultural masyarakat indonesia, sejarah mencatat berbagai masa kelam perjalanan bangsa indonesia, huru hara politik, konflik horizontal interkomunal, deregulasi yang tidak proekonomi dan tidak prorakyat, demoralisasi secara multidimensional yang merasuk ke berbagai sendi – sendi kehidupan masyarakat, serta berbagai polemik lain yang terakumulasi dalam krisis multidimensional yang menjadi lubang hitam dalam romantika historikal perjalanan jatuh bangun rekonstruksi bangsa indonesia. “Semua variabel eksogenous tersebut yang terakumulasi menjadi polemik makro praktik kenegaraan indonesia berpengaruh secara simultan terhadap perekonomian khususnya iklim investasi, karena menggambarkan perspektif luar negeri tentang tingkat risiko penanaman modal di Indonesia”. Hal inilah yang menyebakan aliran dana dari luar negeri relatif lebih rendah dibanding investasi domestik. Namun data statistika menunjukkan trend positif  pergerakan linear dan sustainable nilai investasi asing di Indonesia yang bisa dijadikan gambaran bahwa iklim investasi indonesia semakin kondusif dari waktu ke waktu dan sekaligus menjadi modal berharga untuk mengambil posisi subordinat strategis tentunya untuk memacu pertumbuhan pertumbuhan ekonomi tanpa mengesampingkan aspek penting lainnya yaitu pemerataan hasil pertumbuhan atau distribusi pendapatan secara proporsional yang tentunya juga akan menimbulkan  trickledown effect terhadapap kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani dengan bingkai welfare state atau  mungkin saja orientasi yang jauh lebih revolusioner dari itu, insya Allah, Amin !

C.   Dari segi ekspor-impor
Trend BOP (Balance of payment) yang positif dengan surplus budget selama empat tahun berturut-turut meskipun diwarnai defisit pada tahun 2012. Trend fluktuasi tersebut dapat dianggap sebagai siklus alamiah perekonomian karena mengingat karena neraca pembayaran sangat sensitif mendapat pengaruh dari sektor moneter, dalam hal ini yaitu nilai kurs, dan berdasarkan kita ketahui bersama bahwa sektor moneter kita yang menganut kebijakan kurs mengambang (flexible/flat exchange regime) meskipun tetap masih diintervensi pemerintah dalam hal ini BI selaku otoritas moneter.

D.   Dari segi laju inflasi
Dari segi laju inflasi pun data statistik  menunjukkan laju inflasi di Indonesia yang begitu fluktuatif. Inflasi merupakan variabel ekonomi makro yang cukup sensitif terhadap variabel lain sehingga tidak jarang inflasi menjadi variabel paling rawan menciptakan volatilitas perekonomian. Kita ketahui bersama bahwa teori inflasi Neo- keynesian memaparkan bahwa sumber inflasi ada dua yaitu antara lain : “Demand Pull Inflation” dan “Cost Push Inflation” yang kemudian menciptakan suatu  Data statistika telah membukitikan hal tersebut dimana pertumbuhan ekonomi yang cepat lantas kemudian akan diikuti laju inflasi yang besar pula, meskipun secara umum yang mempengaruhi inflasi bukan hanya dari segi permintaan.
Inflasi yang begitu tinggi pada tahun 2008 disebabkan dari pengeluaran pemerintah (government expenditure) dalam tahun fiskal 2008 yang memang begitu tinggi. Selain itu iklim investasi yang begitu menggeliat dengan aliran modal domestik dan asing yang begitu velosif ditambah dengan permintaan luar negeri yang tinggi sehingga angka ekspor terdongkrak yang telah menimbulkan “Demand Pull Inflation” ( Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) )
 Namun juga secara dominan dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar (JUB) seperti yang dikemukakan oleh teori kuantitas yang dikemukakan oleh ekonom aliran monetaris (bagian dari klasik) yang menyatakan bahwa : “penyebab inflasi adalah pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang”. Sehingga dalam pengejawantahannya kemudian sektor moneter menjadi pawang inflasi meskipun tetap ada koordinasi dengan sektor fiskal. Sehingga kebijakan sukubunga (interest rate) yang dikeluarkan oleh BI selaku otoritas moneter, dan tentunya dengan instrumentasi instrumen moneter lainnya seperti giro wajib minimum ataupun operasi pasar terbuka.
Data statistik menunjukkan penurunan nilai ekspor pada tahun 2012 yang kemudian berimplikasi pada defisit neraca perdagangan tahun buku 2012 sisi lain tabel menunjukkan naiknya laju inflasi pada tahun yang sama, dapat dianalisisis bahwa ada indikasi korelasi antara penurunan nilai ekspor Indonesia 2012 yang mempengaruhi laju inflasi pada tahun tersebut, untuk ilustrasi dan proyeksi kondisi ini kita dapat berpijak pada suatu teori dalam makroekonomi dari salah satu mainstream makro yaitu “Teori Strukturalis” yang menggambarkan suatu model teori inflasi jangka panjang karena menyoroti determinan-determinan inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena determinan-determinan struktural pertumbuhan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak dapat diobati hanya dengan misalnya: mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sektor pangan dan ekspor. Dari teori tersebut jika kita korelasikan dengan kondisi yang dipaparkan sebelumnya sehingga menjadi jelas dengan pijakan teori yang relevan.

E.    Dari segi pertumbuhan ekonomi
Dari segi pertumbuhan ekonomi diwarnai siiklus kontraksi dan ekspansi yang termanifestasi dalam fluktuasi yang tersebar ke berbagai sektor perekonomian. Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel makro yang dipengaruhi oleh berbagai variabel lainnya.
Jika kita mengambil sampel yang relevan untuk variabel growth ini mungkin yang menarik perhatian yaitu penurunan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya yang begitu tinggi. Beberapa penyebab hal ini yaitu penurunan nilai ekspor, pengeluaran pemerintah, dan aliran dana investasi dari sektor luar negeri yang kemudian menahan laju pertumbuhan ekonomi indonesia pada angka 4,6 % saja. Namun suatu hikmah dibalik itu, yaitu bahwa penurunan angka pertumbuhan ekonomi tersebut juga diiringi dengan penurunan laju inflasi indonesia pada tahun tersebut, pemurunan drastis yang berdampak simultan terhadap stabilitas harga.

Donderdag 23 Mei 2013

Rumah Karya Pena: SHARIA ECONOMIC (BASIC KNOWLEDGE)

Rumah Karya Pena: SHARIA ECONOMIC (BASIC KNOWLEDGE): Prinsip Dasar, Hukum, dan Penerapan Ekonomi Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sos...

Rumah Karya Pena: karya anak bangsa paham syariah

Rumah Karya Pena: karya anak bangsa paham syariah: “PRAHARA SEPUTAR SUBSIDI BBM : TELISIK BENANG MERAH, MATA RANTAI   IMPLIKASI, PANDANGAN ISLAM AKAN POLEMIK TERSEBUT” Oleh : al-akh ~ a...

SHARIA ECONOMIC (BASIC KNOWLEDGE)

Prinsip Dasar, Hukum, dan Penerapan
Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi
sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem
kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem
ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi
kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk,
karena banyak negara miskin bertambah miskin dan
negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin
kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat
hidup orang banyak terutama di negara-negara
berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006)
kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena
keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara
penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan
karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai
kelemahan atau kekurangan yang lebih besar
dibandingkan dengan kelebihan masing-masing.
Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing
sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang
kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih
menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan
muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi
terutama dikalangan negara-negara muslim atau
negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara
yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan
pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi
Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim
pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di
Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Alquran
dan Hadist tersebut, saat ini sedang
dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah
merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi
kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih
ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang
mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi
kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang
telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini
dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat
di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.
Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi,
seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman
hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan
hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat
memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat
nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk
akhirat.
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem
ekonomi Syariah menurut Islam
1. Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa
penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya
ini adalah Allah SWT.
2. Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia
adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi
ini dengan dianugerahi seperangkat potensi
spiritual dan mental serta kelengkapan
sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk
hidup dalam rangka menyebarkan misi
hidupnya.
3. ‘Adalah, merupakan bagian yang integral
dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah).
Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah
menuntut bahwa semua sumberdaya yang
merupakan amanah dari Allah harus digunakan
untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain
yaitu; pemenuhan kebutuhan (needfullfillment),
menghargai sumber pendapatan (recpectable
source of earning), distribusi pendapatan dan
kesejah-teraan yang merata (equitable
distribution of income and wealth) serta
stabilitas dan pertumbuhan (growth and
stability).
Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini
sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak
kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah
Indonesia segera mengimplementasikan sistem
Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia
seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi
Kapitalisme. Makalah ini akan menjelaskan
penerapannya pada perekonomian Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
Sebagai penyelesaian salah satu tugas mata kuliah.
Sebagai pengetahuan tentang prinsip Ekonomi Syariah.
Sebagai pengetahuan tentang penerapan ekonomi
syariah.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip dasar ekonomi syariah.
2. Bagaimana penerapan hukum ekonomi syariah.
3. Bagaimana penerapan ekonomi syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sistim keuangan dan perbankan Islam adalah
merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang
ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana
dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan
sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan
ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan
perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah
bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi
Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh
banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis.
Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik
investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada
tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan
keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga
tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan
restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena
agama lain tidak dilandasi dengan postulat iman dan
ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat
diterjemahkan ke dalam teori dan juga
diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana
seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam
ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat
diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan
kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana
menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi
subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga
implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam
berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu,
dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang
berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi
Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber
daya dipandang sebagai pemberian atau titipan
Tuhan kepada manusia. Manusia harus
memanfaatkannya seefisien dan seoptimal
mungkin dalam produksi guna memenuhi
kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu
untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun
yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut
akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat
nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam
batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi. Pertama,
kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan
masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap
pendapatan yang diperoleh secara tidak sah,
apalagi usaha yang menghancurkan
masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam
adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia
sebagai pembeli, penjual, penerima upah,
pembuat keuntungan dan sebagainya, harus
berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al
Qur’an: ‘Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan
yang dilakukan dengan suka sama suka diantara
kamu…’ (QS 4 : 29).
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan
sebagai kapital produktif yang akan
meningkatkan besaran produk nasional dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al
Qur’an mengungkap kan bahwa, ‘Apa yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai
harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu,
adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan hanya beredar diantara orang-orang
kaya saja diantara kamu…’ (QS 57:7). Oleh
karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak
terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai
oleh beberapa orang saja. Konsep ini
berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis,
dimana kepemilikan industri didominasi oleh
monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali
industri yang merupakan kepentingan umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan
penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari
Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa,
“Masyarakat punya hak yang sama atas air,
padang rumput dan api” (Al Hadits). Sunnah
Rasulullah tersebut menghendaki semua
industri ekstraktif yang ada hubungannya
dengan produksi air, bahan tambang, bahkan
bahan makanan harus dikelola oleh negara.
Demikian juga berbagai macam bahan bakar
untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak
boleh dikuasai oleh individu.
6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan
hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an
sebagai berikut: ‘Dan takutlah pada hari
sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah,
kemudian masing-masing diberikan balasan
dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak
teraniaya…’ (QS 2:281). Oleh karena itu Islam
mencela keuntungan yang berlebihan,
perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang
tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan
penindasan.
7. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi
tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar
zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian
kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas
penguasaan harta tersebut), yang ditujukan
untuk orang miskin dan orang-orang yang
membutuhkan. Menurut pendapat para alimulama,
zakat dikenakan 2,5% (dua setengah
persen) untuk semua kekayaan yang tidak
produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya
adalah uang kas, deposito, emas, perak dan
permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net
Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh
persen) dari pendapatan bersih investasi.
8. (Islam melarang setiap pembayaran bunga
(Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan
perorangan, pemerintah ataupun institusi
lainnya. Al Qur’an secara bertahap namun jelas
dan tegas memperingatkan kita tentang bunga.
Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al
Qur’an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS
4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.
Ringkasnya beberapa prinsip ekonomi syariah adalah
sebagai berikut :
• Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah
(tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis
riba berarti pengambilan dari harta pokok atau
modal secara batil (Antonio, 1999). Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba.
Namun secara umum terdapat benang merah
yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip muamalah
dalam Islam.
• Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan
kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan
kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki
peluang yang sama dan tidak berarti bahwa
mereka harus sama-sama miskin atau samasama
kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya
kebutuhan minimal warga negaranya, dalam
bentuk sandang, pangan, papan, perawatan
kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan
utamanya adalah untuk menjembatani
perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar
kaum muslimin mampu menjalani kehidupan
sosial dan material yang bermartabat dan
memuaskan.
• Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang
dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan
dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu,
untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas
keuangan syariah tidak bertentangan dengan
hukum Islam, maka diharapkan lembaga
keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia
Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini
beranggotakan para ahli hukum Islam yang
bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah
yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus
dijalankan. Oleh karena itu lembaga
keuangan syariah tidak boleh mendanai
aktivitas atau item yang haram, seperti
perdagangan minuman keras, obat-obatan
terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga
keuangan syariah juga didorong untuk
memprioritaskan produksi barang-barang
primer untuk memenuhi kebutuhan umat
manusia.
• Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk
perjudian (QS. 5:90-91). Alquran
menggunakan kata maysir untuk perjudian,
berasal dari kata usr (kemudahan dan
kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan
harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu
diterapkan secara umum pada semua bentuk
aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga
mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang
mengandung unsur judi. Hukum Islam
menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi
yang adil dan etis, pengayaan diri melalui
permainan judi harus dilarang.
• Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari
kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti
memperhatikan kebutuhan seseorang.Pada
hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada
rasa solidaritas, responsibilitas, dan
persaudaraan antara para anggota yang
bersepakat untuk bersama-sama menanggung
kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset
yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
praktek ini sesuai dengan apa yang disebut
dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi
bersama (mutual insurance), karena para
anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan
juga yang terjamin (insured).
B. Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah
atau hukum islam di Indonesia sebenarnya sudah
dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan
bangsa. Dimana kita ketahui sendiri memang motor
perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak
didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang
memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah.
Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal
dilakukan, tapi lebih banyak kepada upaya-upaya
politis yang berbasis pada kelompok dan budaya.
Sayangnya kemudian upaya-upaya tersebut terbentur
dengan kekuasaan politik pemerintah Hindia-Belanda
pada masa penjajahannya secara sistematis terus
mengikis pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah
jajahannya. Hingga pada gilirannya kelembagaankelembagaan
baik yang telah ada maupun yang
kemudian dibentuk baik itu lembaga peradilan,
perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai
meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai
terbiasa menerapkan aturan hukum yang dibentuk
pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut
Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai
syari’ah. Sehingga jelas saja kagiatan-kegiatan atau
perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan
syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai
dengan nurani masyarakat muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak kondisi tersebut diatas tetap
bergulir hingga kurun waktu dewasa ini. Dalam
prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga
peradilan kita, sebelum adanya amandemen UU No 7
tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan dengan
urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembagalembaga
keungan syari’ah kita masih mengacu pada
ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil
terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan
jajahan Hindia-Belanda yang keberlakuannya sudah
dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep
perikatan dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi
berfungsi dalam praktek legal-formal hukum di
masyarakat.
Menyadari akan hal tersebut, tentunya kita sebagai
muslim patut mempertanyakan kembali sejauh mana
penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas
kehidupan kita, terlebih pada hal-hal yang terkait
dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan ekonomi
syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasiregulasi
formil yang menaungi hukumnya masih
mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum
dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada
Burgerlijk Wetbook hasil peninggalan penjajahan
Hindia-Belanda.
Sejalan dengan perkembangan pesat sistem ekonomi
syari’ah dewasa ini berbagai upaya-upaya sistematis
dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada
level atas untuk kemudian memuluskan penerapan
hukum ekonomi syari’ah secara formal pada tatanan
payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional.
Tentunya upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik
hukum di Indonesia. Proses legislasi hukum ekonomi
syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif
belum menemui hambatan yang secara signifikan
mempengaruhi proses perjalanannya. Hanya saja
kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap
perumusan Undang Undang yang mengatur aspekaspek
ekonomi syari’ah secara terpisah, belum kepada
pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata
layaknya KUH Pidana maupun KUH Perdata yang
lebih kuat.
C. Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat
boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai
alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya
krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini,
demikian menurut pendapat para akademisi Islam dan
ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan
sebesar 15 persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu
melarang penarikan atau pemberian bunga yang
disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah
menerapkan pembagian keuntungan dan pemilikan
bersama.
Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya
dilakukan perombakan radikal dan struktural dalam
sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada
prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat
mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam tak
membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang
memberikan perlindungan dari berbagai kesulitan yang
kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi
perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur
spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung
penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut
diatas, sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas
non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan
pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan
munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan
transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang
menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang
real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat
real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan
bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan
dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non real
dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real
memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal
itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi
berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang
berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan
perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah
Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam
telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H).
Artinya, nilai nominal yang tercantum pada
mata uang benar-benar dijamin secara real
dengan zat uang tersebut.
2. Islam telah mengharamkan aktifitas riba,
apapun jenisnya; melaknat/mencela para
pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orangorang
yang beriman bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kalian orang-orang yang beriman” QS Al
Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba
yang tampak dalam sistem keuangan dan
perbankan konvensional (dengan adanya bunga
bank), seluruhnya diharamkan secara pasti;
termasuk transaksi-transaksi derivative yang
biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasarpasar
bursa. Penggelembungan harga saham
maupun uang adalah tindakan riba.
3. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan,
nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT,
sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya minum khamr,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan”
(QS Al maidah 90).
4. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang
mengandung dharar/bahaya (kemadaratan),
baik bagi individu maupun bagi masyarakat,
harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi yang
mengandung penipuan, pengkhianatan,
rekayasa, dan manipulasi.
6. Islam melarang transaksi perdagangan maupun
keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat
keuangan yang belum sempurnanya
kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam
future trading.
7. Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah
SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang
dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi
masyarakat dan negara, memunculkan high cost
dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana
dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifatsifat
tersebut melekat dalam sistem ekonomi
kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya.
Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang
menganut atau tunduk dan membebek pada
sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh
negara-negara Barat adalah kehancuran
ekonomi dan kesengsaraan hidup.
BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi Islam atau ekonomi syariah saat ini sedang
ramai di perbincangkaan, bahkan sudah banyak
masyarakat menginginkan penerapannya pada
perekonomian indonesia. Penerapan ekonomi islam
sendiri menurut saya merupakan perbaikan
perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip
yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang dilarang
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam
transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat
mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan
negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta
bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat
manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem
ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya.
Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang
menganut atau tunduk dan membebek pada sistem
ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara
Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan
hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus
mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang
penerapan ekonomi syariah pada perekonomian
Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA