Vrydag 24 Mei 2013


ANALISIS KAUSALITAS ANTAR VARIABEL DALAM KONTEKS MAKRO PEREKONOMIAN INDONESIA
A.   Dari segi konsumsi
Konsumsi makanan perkapita indonesia pada kurun waktu tahun 2009 ke 2010 akibat pertumbuhan ekonomi indonesia yang secara progresif yang memberikan implikasi pada peningkatan purchasing power (daya beli) masyarakat sehingga demand terhadap komuditas pangan meningkat, sesuai dengan teori konsumsi keynes yang menyatakan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.
Selain itu dari segi konsumsi indonesia, terdapat fluktuasi dari tahun ke tahun dan dari kondisi tersebut kita dapat menarik kesimpulan dengan berpijak pada teori keynes tentang hubungan konsumsi dengan tabungan “Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung ( Y= C+S) S=I”. Selain itu variabel lain yang bisa dijadikan rujukan untuk menganalisis hubungan kausalitas pada konteks ini yaitu    MPC (Marginal Propensity to Consume) yaitu : pengaruh tambahan tingkat konsumsi akibat setiap tambahan unit pendapatan. Dan MPS (Marginal Propensity to Saving) : pengaruh tambahan tingkat tabungan setiap tambahan unit pendapatan. Dan kemudian jika kita kaitkan dengan fluktuasi konsumsi kita dapat menarik suatu konklusi dengan berpijak pada teori keynes bahwa penurunan tingkat konsumsi mengindikasikan adanya alokasi hasil pertumbuhan yang begitu progresif dsn sustainable ke sektor moneter dalam bentuk tabungan ataupun investasi finansial lainnya. Dan hal tersebut berlaku sebaliknnya.

B.   Dari Segi Investasi
Data statistik menunjukkan angka penurunan secara signifikan pada aliran dana investasi dari sektor luar negeri pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dan akar masalah yang menjadi magnitudo reaksi kelesuan iklim investasi indonesia oleh sektor luar negeri adalah kondisi eskalasi krisis finansial global pada tengah kuartal kedua tahun 2008 yang kemudian semakin diperparah dengan kebangkrutan “Lehman Brothers” perusahaan investasi yang begitu besar di Amerika Serikat dan pada saat itu Indonesia mendapat imbas krisis moneter yang begitu besar dengan volatilitas yang tinggi yang menyebabkan penurunan indeks saham yang paling drastis pada tahun 2008, ditambah lagi dengan skandal kooptasi politik dengan bergulirnya  “bola century” yang kian menciptakan iklim investasi yang jauh dari kondusif, yang kemudian menciptakan trauma investor-investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia, yang kemudian menimbulkan kelesuan yang begitu dalam pada tahun 2009 sebagai imbas volatilitas finansial di tahun 2008.
Determinan lain yang menciptakan konstelasi investasi dalam negeri indonesia dengan aliran modal yang lebih rendah dari sektor luar negeri yaitu karena Indonesia yang menganut regime devisa bebas, sehingga menciptakan suatu konstelasi investasi dimana aliran modal asing hanya diisi oleh “private portofolio” (berupa investasi jangka pendek) dibanding “Foreign Direct Investment” FDI (investasi asing langsung jangka panjang) mengingat juga tingkat risiko investasi di Indonesia, yang melahirkan perspektif asing yang dapat mengklasifikasikan Indonesia sebagai objek investasi yang cukup riskan mengingat karena arsitektur finansial dalam negeri yang masih dapat dikatakan “infant level” sementara elemen moneter terintegrasi secara bebas dengan moneter global sehingga volatilitas moneter global akan berimbas simultan terhadap konstelasi finansial khususnya untuk investasi dan perdagangan, karena Indonesia yang menganut “Regime Devisa Bebas” dan “Free Floating Exchange Rate Regime” (“Regime Kurs Mengambang Bebas”)
Tingkat investasi di indonesia pun paralel dengan dengan tingkat konsumsi yang begitu fluktuatif memang tidaklah mengherankan mengingat karena konsumsi dan investasi memang merupakan subordinat integral dari pendapatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian konsumsi tentang “keynesian consumption model”. Menyoroti investasi di Indonesia kita dapat mengambil sampel pada peningkatan investasi domestik pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya dari sampel tersebut muncul suatu studi kasus mengenai korelasi variabel makro lain yang mempengaruhi terciptanya hal tersebut. Sesuai dengan pemahaman dalam teori makroekonomi bahwa determinan penentu tingkat investasi sacara garis besar ada 3, yaitu kebijakan pemerintah (suku bunga dan pajak), revenue (pendapatan), dan ekspektasi. Dari ketiga determinan tersebut kita dapat mengambil salah satunya yang disajikan dalam tabel, misalnya, suku bunga. Teori bahwa ada hubungan negatif antara tingkat sukubunga dengan iklim investasi dapat dijadikan bahan referensial penurunan sukubunga oleh BI selaku otoritas moneter telah memberikan insentif moril dan memacu iklim investasi yang kemudian berimplikasi pada peningkatan nilai investasi domestik pada tahun 2009.
 Selain itu tentunya sukubunga bukan satu satunya variabel yang mempengaruhi tingkat investasi. Kondisi ekonomi makro indonesia yang terefleksi dari pertumbuhan ekonominya juga merupakan suatu determinan krusial yang berkontribusi simultan terhadap iklim investasi, hal itu tentu dapat dibuktikan dengan mengambil sampel yang tersaji dalam tabel. Trend pertumbuhan ekonomi positif berupa pergerakan linear nilai pertumbuhan dari tahun 2010 ke 2012 telah mempengaruhi iklim investasi di Indonesia yang telah memacu naiknya nilai investasi domestik pada tahun tahun tersebut. Sehingga sangat jelas hubungan identitas positif antara revenue (pertumbuhan ekonomi) dengan tingkat investasi.
Selain hal tersebut hal lain yang cukup menarik perhatian adalah bagaimana sajian dalam tabel menunjukkan bahwa nilai investasi domestik yang selalu lebih tinggi dibandingkan investasi asing (luar negeri). Akan muncul pertanyaan mendasar mengenai apa sebenarnya magnitudo atau mungkin hubungan kausalitas antar variabel yang telah menciptakan hal tersebut. Adapun analisis yang bisa kami kemukakan bahwa dalam makroekonomi kita kenal ada Teori endogenous dan Teori eksogenous yang mempengaruhi mekanisme yang terjadi dalam konstruksi perekonomian makro suatu negara, nah dari statement menarik ini kita akan tuangkan dalam integrasi dengan konteks makro indonesia. Selain faktor endogenous yang bermain dalam system itu sendiri ada faktor eksogenous di luar system ekonomi yang dapat menimbulkan suatu efek resonansi terhadap mekanisme dalam sistem ekonomi tersebut, karena Indonesia yang dijadikan suatu sampel dalam konteks ini, maka kita langsung saja mengambil variabel eksogenous ala indonesia untuk dijadikan bahan spesimen untuk observasi mengenai efek resonansi yang ditimbulkan dari variabel eksogenous tersebut. Secara konkrit mungkin yang menarik perhatian kita jika berbicara mengenai trend kontemporer level makro indonesia yaitu darisegi politik dan sosiokultural masyarakat indonesia, sejarah mencatat berbagai masa kelam perjalanan bangsa indonesia, huru hara politik, konflik horizontal interkomunal, deregulasi yang tidak proekonomi dan tidak prorakyat, demoralisasi secara multidimensional yang merasuk ke berbagai sendi – sendi kehidupan masyarakat, serta berbagai polemik lain yang terakumulasi dalam krisis multidimensional yang menjadi lubang hitam dalam romantika historikal perjalanan jatuh bangun rekonstruksi bangsa indonesia. “Semua variabel eksogenous tersebut yang terakumulasi menjadi polemik makro praktik kenegaraan indonesia berpengaruh secara simultan terhadap perekonomian khususnya iklim investasi, karena menggambarkan perspektif luar negeri tentang tingkat risiko penanaman modal di Indonesia”. Hal inilah yang menyebakan aliran dana dari luar negeri relatif lebih rendah dibanding investasi domestik. Namun data statistika menunjukkan trend positif  pergerakan linear dan sustainable nilai investasi asing di Indonesia yang bisa dijadikan gambaran bahwa iklim investasi indonesia semakin kondusif dari waktu ke waktu dan sekaligus menjadi modal berharga untuk mengambil posisi subordinat strategis tentunya untuk memacu pertumbuhan pertumbuhan ekonomi tanpa mengesampingkan aspek penting lainnya yaitu pemerataan hasil pertumbuhan atau distribusi pendapatan secara proporsional yang tentunya juga akan menimbulkan  trickledown effect terhadapap kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani dengan bingkai welfare state atau  mungkin saja orientasi yang jauh lebih revolusioner dari itu, insya Allah, Amin !

C.   Dari segi ekspor-impor
Trend BOP (Balance of payment) yang positif dengan surplus budget selama empat tahun berturut-turut meskipun diwarnai defisit pada tahun 2012. Trend fluktuasi tersebut dapat dianggap sebagai siklus alamiah perekonomian karena mengingat karena neraca pembayaran sangat sensitif mendapat pengaruh dari sektor moneter, dalam hal ini yaitu nilai kurs, dan berdasarkan kita ketahui bersama bahwa sektor moneter kita yang menganut kebijakan kurs mengambang (flexible/flat exchange regime) meskipun tetap masih diintervensi pemerintah dalam hal ini BI selaku otoritas moneter.

D.   Dari segi laju inflasi
Dari segi laju inflasi pun data statistik  menunjukkan laju inflasi di Indonesia yang begitu fluktuatif. Inflasi merupakan variabel ekonomi makro yang cukup sensitif terhadap variabel lain sehingga tidak jarang inflasi menjadi variabel paling rawan menciptakan volatilitas perekonomian. Kita ketahui bersama bahwa teori inflasi Neo- keynesian memaparkan bahwa sumber inflasi ada dua yaitu antara lain : “Demand Pull Inflation” dan “Cost Push Inflation” yang kemudian menciptakan suatu  Data statistika telah membukitikan hal tersebut dimana pertumbuhan ekonomi yang cepat lantas kemudian akan diikuti laju inflasi yang besar pula, meskipun secara umum yang mempengaruhi inflasi bukan hanya dari segi permintaan.
Inflasi yang begitu tinggi pada tahun 2008 disebabkan dari pengeluaran pemerintah (government expenditure) dalam tahun fiskal 2008 yang memang begitu tinggi. Selain itu iklim investasi yang begitu menggeliat dengan aliran modal domestik dan asing yang begitu velosif ditambah dengan permintaan luar negeri yang tinggi sehingga angka ekspor terdongkrak yang telah menimbulkan “Demand Pull Inflation” ( Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) )
 Namun juga secara dominan dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar (JUB) seperti yang dikemukakan oleh teori kuantitas yang dikemukakan oleh ekonom aliran monetaris (bagian dari klasik) yang menyatakan bahwa : “penyebab inflasi adalah pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang”. Sehingga dalam pengejawantahannya kemudian sektor moneter menjadi pawang inflasi meskipun tetap ada koordinasi dengan sektor fiskal. Sehingga kebijakan sukubunga (interest rate) yang dikeluarkan oleh BI selaku otoritas moneter, dan tentunya dengan instrumentasi instrumen moneter lainnya seperti giro wajib minimum ataupun operasi pasar terbuka.
Data statistik menunjukkan penurunan nilai ekspor pada tahun 2012 yang kemudian berimplikasi pada defisit neraca perdagangan tahun buku 2012 sisi lain tabel menunjukkan naiknya laju inflasi pada tahun yang sama, dapat dianalisisis bahwa ada indikasi korelasi antara penurunan nilai ekspor Indonesia 2012 yang mempengaruhi laju inflasi pada tahun tersebut, untuk ilustrasi dan proyeksi kondisi ini kita dapat berpijak pada suatu teori dalam makroekonomi dari salah satu mainstream makro yaitu “Teori Strukturalis” yang menggambarkan suatu model teori inflasi jangka panjang karena menyoroti determinan-determinan inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena determinan-determinan struktural pertumbuhan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak dapat diobati hanya dengan misalnya: mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sektor pangan dan ekspor. Dari teori tersebut jika kita korelasikan dengan kondisi yang dipaparkan sebelumnya sehingga menjadi jelas dengan pijakan teori yang relevan.

E.    Dari segi pertumbuhan ekonomi
Dari segi pertumbuhan ekonomi diwarnai siiklus kontraksi dan ekspansi yang termanifestasi dalam fluktuasi yang tersebar ke berbagai sektor perekonomian. Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel makro yang dipengaruhi oleh berbagai variabel lainnya.
Jika kita mengambil sampel yang relevan untuk variabel growth ini mungkin yang menarik perhatian yaitu penurunan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya yang begitu tinggi. Beberapa penyebab hal ini yaitu penurunan nilai ekspor, pengeluaran pemerintah, dan aliran dana investasi dari sektor luar negeri yang kemudian menahan laju pertumbuhan ekonomi indonesia pada angka 4,6 % saja. Namun suatu hikmah dibalik itu, yaitu bahwa penurunan angka pertumbuhan ekonomi tersebut juga diiringi dengan penurunan laju inflasi indonesia pada tahun tersebut, pemurunan drastis yang berdampak simultan terhadap stabilitas harga.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking