ANALISIS KAUSALITAS ANTAR
VARIABEL DALAM KONTEKS MAKRO PEREKONOMIAN INDONESIA
A.
Dari segi konsumsi
Konsumsi
makanan perkapita indonesia pada kurun waktu tahun 2009 ke 2010 akibat
pertumbuhan ekonomi indonesia yang secara progresif yang memberikan implikasi
pada peningkatan purchasing power (daya beli) masyarakat sehingga demand
terhadap komuditas pangan meningkat, sesuai dengan teori konsumsi keynes yang
menyatakan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi
oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Hanya saja
peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.
Selain
itu dari segi konsumsi indonesia, terdapat fluktuasi dari tahun ke tahun dan
dari kondisi tersebut kita dapat menarik kesimpulan dengan berpijak pada teori
keynes tentang hubungan konsumsi dengan tabungan “Pendapatan
disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi,
sedangkan sisanya ditabung ( Y= C+S) S=I”. Selain itu variabel
lain yang bisa dijadikan rujukan untuk menganalisis hubungan kausalitas pada
konteks ini yaitu MPC (Marginal
Propensity to Consume) yaitu : pengaruh tambahan tingkat konsumsi akibat setiap
tambahan unit pendapatan. Dan MPS (Marginal Propensity to Saving) : pengaruh
tambahan tingkat tabungan setiap tambahan unit pendapatan. Dan kemudian jika
kita kaitkan dengan fluktuasi konsumsi kita dapat menarik suatu konklusi dengan
berpijak pada teori
keynes bahwa penurunan tingkat konsumsi mengindikasikan adanya
alokasi hasil pertumbuhan yang begitu progresif dsn sustainable ke sektor
moneter dalam bentuk tabungan ataupun investasi finansial lainnya. Dan hal
tersebut berlaku sebaliknnya.
B.
Dari Segi Investasi
Data
statistik menunjukkan angka penurunan secara signifikan pada aliran dana
investasi dari sektor luar negeri pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dan
akar masalah yang menjadi magnitudo reaksi kelesuan iklim investasi indonesia
oleh sektor luar negeri adalah kondisi eskalasi
krisis finansial global pada tengah kuartal kedua tahun 2008 yang kemudian
semakin diperparah dengan kebangkrutan “Lehman Brothers” perusahaan investasi
yang begitu besar di Amerika Serikat dan pada saat itu Indonesia mendapat imbas
krisis moneter yang begitu besar dengan volatilitas yang tinggi yang
menyebabkan penurunan indeks saham yang paling drastis pada tahun 2008,
ditambah lagi dengan skandal kooptasi politik dengan bergulirnya “bola century” yang kian menciptakan iklim
investasi yang jauh dari kondusif, yang kemudian menciptakan trauma
investor-investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia, yang kemudian
menimbulkan kelesuan yang begitu dalam pada tahun 2009 sebagai imbas
volatilitas finansial di tahun 2008.
Determinan
lain yang menciptakan konstelasi investasi dalam negeri indonesia dengan aliran
modal yang lebih rendah dari sektor luar negeri yaitu karena Indonesia yang
menganut regime devisa bebas, sehingga menciptakan suatu konstelasi investasi
dimana aliran modal asing hanya diisi oleh “private portofolio” (berupa
investasi jangka pendek) dibanding “Foreign Direct Investment” FDI (investasi
asing langsung jangka panjang) mengingat juga tingkat risiko investasi di
Indonesia, yang melahirkan perspektif asing yang dapat mengklasifikasikan
Indonesia sebagai objek investasi yang cukup riskan mengingat karena arsitektur
finansial dalam negeri yang masih dapat dikatakan “infant level” sementara elemen
moneter terintegrasi secara bebas dengan moneter global sehingga volatilitas
moneter global akan berimbas simultan terhadap konstelasi finansial khususnya
untuk investasi dan perdagangan, karena Indonesia yang menganut “Regime Devisa Bebas” dan “Free Floating Exchange Rate
Regime” (“Regime Kurs Mengambang Bebas”)
Tingkat
investasi di indonesia pun paralel dengan dengan tingkat konsumsi yang begitu
fluktuatif memang tidaklah mengherankan mengingat karena konsumsi dan investasi
memang merupakan subordinat integral dari pendapatan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya pada bagian konsumsi tentang “keynesian consumption model”.
Menyoroti investasi di Indonesia kita dapat mengambil sampel pada peningkatan
investasi domestik pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya dari sampel
tersebut muncul suatu studi kasus mengenai korelasi variabel makro lain yang
mempengaruhi terciptanya hal tersebut. Sesuai dengan pemahaman dalam teori
makroekonomi bahwa determinan penentu tingkat investasi sacara garis besar ada
3, yaitu kebijakan pemerintah (suku bunga dan pajak), revenue (pendapatan), dan
ekspektasi. Dari ketiga determinan tersebut kita dapat mengambil salah satunya
yang disajikan dalam tabel, misalnya, suku bunga. Teori bahwa ada hubungan
negatif antara tingkat sukubunga dengan iklim investasi dapat dijadikan bahan
referensial penurunan sukubunga oleh BI selaku otoritas moneter telah
memberikan insentif moril dan memacu iklim investasi yang kemudian berimplikasi
pada peningkatan nilai investasi domestik pada tahun 2009.
Selain itu tentunya sukubunga bukan satu
satunya variabel yang mempengaruhi tingkat investasi. Kondisi ekonomi makro
indonesia yang terefleksi dari pertumbuhan ekonominya juga merupakan suatu
determinan krusial yang berkontribusi simultan terhadap iklim investasi, hal
itu tentu dapat dibuktikan dengan mengambil sampel yang tersaji dalam tabel.
Trend pertumbuhan ekonomi positif berupa pergerakan linear nilai pertumbuhan
dari tahun 2010 ke 2012 telah mempengaruhi iklim investasi di Indonesia yang
telah memacu naiknya nilai investasi domestik pada tahun tahun tersebut.
Sehingga sangat jelas hubungan identitas positif antara revenue (pertumbuhan
ekonomi) dengan tingkat investasi.
Selain
hal tersebut hal lain yang cukup menarik perhatian adalah bagaimana sajian
dalam tabel menunjukkan bahwa nilai investasi domestik yang selalu lebih tinggi
dibandingkan investasi asing (luar negeri). Akan muncul pertanyaan mendasar
mengenai apa sebenarnya magnitudo atau mungkin hubungan kausalitas antar
variabel yang telah menciptakan hal tersebut. Adapun analisis yang bisa kami
kemukakan bahwa dalam makroekonomi kita kenal ada Teori endogenous dan Teori eksogenous
yang mempengaruhi mekanisme yang terjadi dalam konstruksi perekonomian makro
suatu negara, nah dari statement menarik ini kita akan tuangkan dalam integrasi
dengan konteks makro indonesia. Selain faktor endogenous yang bermain dalam
system itu sendiri ada faktor eksogenous di luar system ekonomi yang dapat
menimbulkan suatu efek resonansi terhadap mekanisme dalam sistem ekonomi
tersebut, karena Indonesia yang dijadikan suatu sampel dalam konteks ini, maka
kita langsung saja mengambil variabel eksogenous ala indonesia untuk dijadikan
bahan spesimen untuk observasi mengenai efek resonansi yang ditimbulkan dari
variabel eksogenous tersebut. Secara konkrit mungkin yang menarik perhatian
kita jika berbicara mengenai trend kontemporer level makro indonesia yaitu
darisegi politik dan sosiokultural masyarakat indonesia, sejarah mencatat
berbagai masa kelam perjalanan bangsa indonesia, huru hara politik, konflik
horizontal interkomunal, deregulasi yang tidak proekonomi dan tidak prorakyat,
demoralisasi secara multidimensional yang merasuk ke berbagai sendi – sendi
kehidupan masyarakat, serta berbagai polemik lain yang terakumulasi dalam
krisis multidimensional yang menjadi lubang hitam dalam romantika historikal
perjalanan jatuh bangun rekonstruksi bangsa indonesia. “Semua
variabel eksogenous tersebut yang terakumulasi menjadi polemik makro praktik
kenegaraan indonesia berpengaruh secara simultan terhadap perekonomian
khususnya iklim investasi, karena menggambarkan perspektif luar negeri tentang
tingkat risiko penanaman modal di Indonesia”. Hal inilah yang
menyebakan aliran dana dari luar negeri relatif lebih rendah dibanding
investasi domestik. Namun data statistika menunjukkan trend
positif pergerakan linear dan
sustainable nilai investasi asing di Indonesia yang bisa dijadikan gambaran
bahwa iklim investasi indonesia semakin kondusif dari waktu ke waktu dan
sekaligus menjadi modal berharga untuk mengambil posisi subordinat strategis
tentunya untuk memacu pertumbuhan pertumbuhan ekonomi tanpa mengesampingkan
aspek penting lainnya yaitu pemerataan hasil pertumbuhan atau distribusi
pendapatan secara proporsional yang tentunya juga akan menimbulkan trickledown effect terhadapap kesejahteraan
masyarakat menuju masyarakat madani dengan bingkai welfare state atau mungkin saja orientasi yang jauh lebih
revolusioner dari itu, insya Allah, Amin !
C.
Dari segi ekspor-impor
Trend
BOP (Balance of payment) yang positif dengan surplus budget selama empat tahun
berturut-turut meskipun diwarnai defisit pada tahun 2012. Trend fluktuasi
tersebut dapat dianggap sebagai siklus alamiah perekonomian karena mengingat
karena neraca pembayaran sangat sensitif mendapat pengaruh dari sektor moneter,
dalam hal ini yaitu nilai kurs, dan berdasarkan kita ketahui bersama bahwa
sektor moneter kita yang menganut kebijakan kurs mengambang (flexible/flat
exchange regime) meskipun tetap masih diintervensi pemerintah dalam
hal ini BI selaku otoritas moneter.
D.
Dari segi laju inflasi
Dari
segi laju inflasi pun data statistik menunjukkan laju inflasi di Indonesia yang
begitu fluktuatif. Inflasi merupakan variabel ekonomi makro yang cukup sensitif
terhadap variabel lain sehingga tidak jarang inflasi menjadi variabel paling
rawan menciptakan volatilitas perekonomian. Kita ketahui bersama bahwa teori inflasi Neo-
keynesian memaparkan bahwa sumber inflasi ada dua yaitu antara lain
: “Demand Pull
Inflation” dan “Cost Push Inflation” yang kemudian menciptakan
suatu Data statistika telah membukitikan
hal tersebut dimana pertumbuhan ekonomi yang cepat lantas kemudian akan diikuti
laju inflasi yang besar pula, meskipun secara umum yang mempengaruhi inflasi
bukan hanya dari segi permintaan.
Inflasi
yang begitu tinggi pada tahun 2008 disebabkan dari pengeluaran pemerintah
(government expenditure) dalam tahun fiskal 2008 yang memang begitu tinggi.
Selain itu iklim investasi yang begitu menggeliat dengan aliran modal domestik
dan asing yang begitu velosif ditambah dengan permintaan luar negeri yang
tinggi sehingga angka ekspor terdongkrak yang telah menimbulkan “Demand Pull
Inflation” ( Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) )
Namun juga secara dominan dipengaruhi oleh
jumlah uang yang beredar (JUB) seperti yang dikemukakan oleh teori kuantitas
yang dikemukakan oleh ekonom aliran monetaris (bagian dari klasik) yang
menyatakan bahwa : “penyebab inflasi adalah pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang”. Sehingga
dalam pengejawantahannya kemudian sektor moneter menjadi pawang inflasi
meskipun tetap ada koordinasi dengan sektor fiskal. Sehingga kebijakan
sukubunga (interest rate) yang dikeluarkan oleh BI selaku otoritas moneter, dan
tentunya dengan instrumentasi instrumen moneter lainnya seperti giro wajib
minimum ataupun operasi pasar terbuka.
Data
statistik menunjukkan penurunan nilai ekspor pada tahun 2012 yang kemudian
berimplikasi pada defisit neraca perdagangan tahun buku 2012 sisi lain tabel
menunjukkan naiknya laju inflasi pada tahun yang sama, dapat dianalisisis bahwa
ada indikasi korelasi antara penurunan nilai ekspor Indonesia 2012 yang
mempengaruhi laju inflasi pada tahun tersebut, untuk ilustrasi dan proyeksi
kondisi ini kita dapat berpijak pada suatu teori dalam makroekonomi dari salah
satu mainstream makro yaitu “Teori Strukturalis”
yang
menggambarkan suatu model teori inflasi jangka panjang karena menyoroti determinan-determinan
inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply
bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena determinan-determinan struktural
pertumbuhan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan
kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa.
Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi.
Inflasi semacam ini tidak dapat diobati hanya dengan misalnya: mengurangi
jumlah uang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sektor pangan dan ekspor.
Dari teori tersebut jika kita korelasikan dengan kondisi yang dipaparkan
sebelumnya sehingga menjadi jelas dengan pijakan teori yang relevan.
E.
Dari segi pertumbuhan
ekonomi
Dari
segi pertumbuhan ekonomi diwarnai siiklus kontraksi dan ekspansi yang
termanifestasi dalam fluktuasi yang tersebar ke berbagai sektor perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel makro yang dipengaruhi oleh berbagai
variabel lainnya.
Jika kita mengambil
sampel yang relevan untuk variabel growth ini mungkin yang menarik perhatian
yaitu penurunan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya yang begitu tinggi. Beberapa
penyebab hal ini yaitu penurunan nilai ekspor, pengeluaran pemerintah, dan
aliran dana investasi dari sektor luar negeri yang kemudian menahan laju
pertumbuhan ekonomi indonesia pada angka 4,6 % saja. Namun suatu
hikmah dibalik itu, yaitu bahwa penurunan angka pertumbuhan ekonomi tersebut
juga diiringi dengan penurunan laju inflasi indonesia pada tahun tersebut,
pemurunan drastis yang berdampak simultan terhadap stabilitas harga.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking